Batam,– Persidangan lanjutan kasus dugaan penggelapan barang bukti narkotika jenis sabu seberat 5 kilogram dengan terdakwa mantan Kasat Narkoba Polresta Barelang, Kompol Satria Nanda, digelar di Pengadilan Negeri (PN) Batam, Jumat (9/5). Agenda sidang kali ini dipenuhi suasana emosional, terutama ketika terdakwa menyampaikan nota pembelaannya di hadapan majelis hakim.
Kompol Satria Nanda yang kini berstatus sebagai terdakwa dalam kasus penyisihan barang bukti narkoba, tidak kuasa menahan tangis. Ia membantah tuduhan yang dilayangkan padanya, dan menyebut bahwa bawahannya, Iptu Sigit Sarwo Edhi, adalah sosok yang bertanggung jawab dalam skenario penggelapan sabu tersebut.
“Saya baru tiga bulan menjabat. Tidak tahu teknis penanganan narkoba secara menyeluruh. Saya bahkan sempat mengajukan permohonan agar tidak dilibatkan agar bisa ikut pendidikan Sespim,” ujarnya di ruang sidang.
Meski membantah keterlibatan, Satria tidak luput dari sanksi etik internal kepolisian. Sebelumnya, sidang Komisi Kode Etik Polri telah menjatuhkan vonis Pemberhentian Tidak Dengan Hormat (PTDH) terhadapnya. Satria diketahui telah mengajukan banding atas putusan tersebut.
Dalam sidang, Jaksa Penuntut Umum turut menghadirkan rekaman video yang memperlihatkan percakapan anggota Satuan Reserse Narkoba terkait penyisihan 9 kilogram sabu dari total 44 kilogram barang bukti. Percakapan itu diduga kuat melibatkan Satria, dan menjadi salah satu alat bukti penting dalam pembuktian kasus.
Tak hanya Satria, dua perwira lain yang turut terlibat, yakni Iptu Sigit Sarwo Edhi dan Ipda Fadillah, juga telah dijatuhi sanksi serupa, yakni PTDH. Kendati pun, Sidang (9/5) ini berlangsung tertib dan lancar.

Sebelumnya, PN Batam menggelar Sidang dengan agenda Tuntutan JPU. Dari sana terungkap kasus ini menyeret 12 terdakwa, termasuk dua perwira polisi lain: Iptu Sigit Sarwo Edhi dan Ipda Fadillah. Ketiganya telah dijatuhi sanksi Pemberhentian Tidak Dengan Hormat (PTDH) oleh Polri. Meski Satria mengajukan banding, sidang etik telah menjatuhkan keputusan tegas.
Fakta dalam dakwaan menyebutkan, penggelapan ini terjadi antara 15 Juni hingga 8 September 2024. Semua berawal dari informasi tentang rencana penyelundupan 300 kg sabu dari Malaysia. Meskipun rencana awal gagal, muncul informasi baru tentang masuknya 100 kg sabu ke Batam. Pertemuan rahasia pun digelar di One Spot Coffee, membahas distribusi sabu, termasuk 10 kg yang diduga “disisihkan” untuk keperluan operasional dan membayar informan.
Nama-nama yang disebut dalam kasus ini bukan sembarangan. Ada perwira aktif, anggota satuan narkoba, hingga dua warga sipil. Mereka diduga melakukan permufakatan jahat, dan dijerat dengan Pasal 114 ayat (2) jo Pasal 132 ayat (1) UU No. 35 Tahun 2009 tentang Narkotika. Ancaman hukuman paling berat adalah hukuman mati.

Di ruang sidang, Satria terlihat bukan seperti sosok tegas berseragam seperti dulu. Ia seperti ayah biasa, manusia biasa, yang tengah kehilangan segalanya. Tangisnya seolah mewakili ribuan anggota Polri yang menjaga integritas.
(Indr/Indr).