(foto Ilustrasi ekspresi/Insert)
JAKARTA INSERTRAKYAT.COM, – Gelombang dalam “Tsunami” Pemutusan Hubungan Kerja (PHK) terus terjadi di awal tahun 2025. Data terbaru menunjukkan bahwa sebanyak 10.669 pekerja terkena PHK sepanjang Januari, dengan 1.065 di antaranya berasal dari PT. Bitratex Semarang.
Informasi ini disampaikan oleh penyair perempuan Indonesia, Erndra Achaer, melalui grup WhatsApp Ruang Sastrawan Indonesia pada Minggu (2/3/2025).
Menurutnya, PHK terbesar terjadi di PT. Sritex Sukoharjo dengan 8.504 karyawan terdampak. Selain itu, PHK juga terjadi di PT. Primayuda Boyolali (956 karyawan), PT. Sinar Panja Jaya Semarang (40 karyawan), serta PT. Bitratex Semarang (104 karyawan).
“Saya turut merasakan duka. Sebagai mantan pekerja pabrik, saya pernah ada di posisi itu. Apalagi Ramadan, semakin dekat lebaran, semoga pesangon yang mereka dapatkan cukup, dan segera dipermudah dalam mencari rezeki baru,” ungkapnya.
PHK melanda sektor industri, menyusul pekerja pers. Jurnalis sekaligus penyair, Pulo Lasman Simanjuntak, menanggapi situasi ini dengan nada prihatin.
“Tahun 2025 akan menjadi puncak gelombang PHK akibat krisis ekonomi berkepanjangan, dampak dari kasus korupsi serta pemangkasan anggaran pemerintah (APBN) yang mencapai Rp750 triliun,” ujarnya saat diwawancarai di Jakarta, Minggu siang (2/3/2025).
Ia mengungkapkan pengalaman pribadinya saat terkena PHK pertama kali pada Juni 1997, ketika Harian Umum Sinar Pagi bangkrut dan diambil alih oleh Bakrie Group.
“Saya tetap bertahan sebagai penyair dan wartawan. Dari kepahitan itu, lahirlah puisi berjudul Traumatik pada Juli 1997, yang kemudian menjadi buku antologi puisi pertama saya,” ujarnya.
Buku Traumatik, yang diterbitkan CV. Gitakara dengan editor penyair Ayid Suyitno PS, kini menjadi koleksi di Perpustakaan Pusat Dokumentasi Sastra (PDS) HB. Jassin, Perpustakaan Nasional, serta salah satu perpustakaan terbesar di Melbourne, Australia.
Pulo juga menyoroti ancaman lain bagi industri media, yakni perkembangan pesat media sosial dan teknologi kecerdasan buatan (AI), yang semakin mempercepat kepunahan media cetak.
Sejak tahun 2000-an, gelombang PHK di dunia pers telah menyebabkan banyak media cetak gulung tikar, di antaranya:
1. Sinar Pagi
2. Berita Buana
3. Angkatan Bersenjata (AB)
4. Berita Yudha
5. Sinar Harapan (SH)
6. Suara Pembaruan (SP)
7. Pelita (beralih ke media online)
8. Suara Karya (beralih ke media online)
9. Republika (beralih ke media online)
10. Sindo (beralih ke media online)
11. Koran Tempo (beralih ke media online)
12. Harian Ekonomi Neraca (beralih ke media online)
13. Mandala (Bandung)
14. Surabaya Post
15. Sentana
16. Simponi (mingguan)
17. Swadesi (mingguan)
18. Inti Jaya (mingguan)
19. Majalah Gadis, Femina, Kartini, Sarinah, Dewi, Aneka Ria, Horison, dan sejumlah majalah lainnya.
“Banyak media cetak yang tak mampu bertahan akibat biaya produksi yang tinggi. Beberapa masih bertahan sebagai media online, namun banyak yang benar-benar tutup,” tambahnya.
Sebagai jurnalis yang tetap berkarya hingga saat ini, Pulo menegaskan pentingnya keteguhan iman dalam menghadapi kesulitan hidup.
“Satu hal yang bisa dilakukan menghadapi PHK dan krisis ekonomi adalah memperkuat doa dan iman. Dengan begitu, kita bisa bertahan dalam berbagai cobaan,” ujarnya.
Ia juga berpesan agar para penyair dan jurnalis tetap menulis, meski dunia pers terus berubah.
“Tetaplah berkarya, menulis dan menulis, hingga pintu ‘kasihan’ tertutup dan kita semua turun ke dunia orang mati,” pungkasnya.
Sajak ‘TRAUMATIK’
Pulo Lasman Simanjuntak
stasiun radio kuusung
dari belakang punggung
unjuk gigi
hewan-hewan melata
matahari mengepulkan asap hitam
bencana berantai
tidurku meninju bulan
yang berdarah
membuntingi pohon tunggal
perawan bertekuk lutut
perut ditikam belati
kehilangan air mani
kabar celaka
membuatku makin menarik minat
membenturkan geger otak
ke dalam kulkas
kebaktian sudah genap
bapak menggali kuburan riuh
saudaraku menjala pertempuran
badai gurun
jasad beradat penuh
terbaring angkuh
di atas papan catur
berkembangbiaklah
bumi yang labil
turut berenang di dalam lautan tak bertepi
ataukah menelan bunga-bunga karang
tanyaku waktu itu
mengapa dewa-dewa rajin mabuk
menjaga pintu kematian
sekian waktu dikhianati
jadi suatu dongeng
huruf-huruf lumpuh di lembaran koran
aku kecurian
tanah-tanah pijak
sepuluh tahun kubangun
jadi tugu hijau di hatimu
mencair
untuk penyair
atau penginjil
Bekasi, Juli 1997.
Berkontribusi dalam artikel ini : Eykel Lasflorest S., jurnalis media online dan sarjana hukum dari Universitas Pamulang (Unpam), bermukim di kawasan Serua, Ciputat, Jakarta Selatan.