Keterangan gambar: Sekretaris Jenderal Kemnaker, Cris Kuntadi (tengah), memimpin rapat Panitia Antar Kementerian/Lembaga (PAK) membahas Rancangan Peraturan Pemerintah (RPP) tentang perubahan atas PP Nomor 7 Tahun 2025 di Jakarta, Rabu (25/6/2025). Rapat dihadiri perwakilan berbagai kementerian/lembaga terkait dan difokuskan pada perpanjangan keringanan iuran JKK bagi industri padat karya.


JAKARTA, Insertrakyat.com – Di tengah tekanan ekonomi global dan domestik yang masih berlangsung, pemerintah akhirnya mengambil langkah cepat: memperpanjang masa berlaku keringanan iuran Jaminan Kecelakaan Kerja (JKK) bagi sektor industri padat karya. Keputusan ini diambil lewat revisi Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 7 Tahun 2025.

Langkah tersebut resmi diumumkan dalam Rapat Panitia Antar Kementerian (PAK) yang digelar di Jakarta pada Rabu, 25 Juni 2025. Rapat ini membahas finalisasi Rancangan Peraturan Pemerintah (RPP) tentang perubahan atas PP Nomor 7 Tahun 2025 dan dihadiri sejumlah kementerian dan lembaga terkait.

Dalam rapat itu, Sekretaris Jenderal Kementerian Ketenagakerjaan, Cris Kuntadi, menyampaikan bahwa pemerintah sepakat untuk memperpanjang masa berlaku program keringanan iuran JKK dari semula berakhir Juli 2025 menjadi hingga Januari 2026.

“Langkah ini penting sebagai bagian dari dukungan konkret terhadap dunia usaha, khususnya industri padat karya yang menyerap banyak tenaga kerja,” ujar Cris.

Seperti diketahui, industri padat karya kerap menjadi sektor yang paling rentan terkena dampak dari gejolak ekonomi. Biaya produksi tinggi, fluktuasi pasar, hingga beban regulasi bisa menjadi ancaman serius bagi kelangsungan operasional mereka. Karena itu, keringanan iuran JKK ini dinilai sebagai “nafas tambahan”.

BACA JUGA :  Terkait Drama AS, Pemerintah Indonesia Siapkan Langkah Strategis dan Negosiasi Internasional

Cris menegaskan bahwa revisi peraturan ini tidak sekadar soal angka iuran, melainkan menyangkut tiga hal mendasar yang saling terhubung: dukungan terhadap pelaku usaha, perlindungan tenaga kerja, dan keberlangsungan sistem jaminan sosial.

Dalam penjelasannya, Cris memaparkan tiga tujuan utama dari revisi yang sedang difinalisasi tersebut:

  1. Memberikan keringanan beban iuran kepada pelaku industri padat karya.
    Langkah ini diambil untuk meringankan tekanan biaya perusahaan dalam situasi ekonomi yang belum sepenuhnya pulih pasca pandemi dan ketegangan geopolitik global.
  2. Menjamin perlindungan tenaga kerja dari risiko kecelakaan dan penyakit akibat kerja.
    Walaupun iuran diringankan, kata Cris, manfaat perlindungan bagi pekerja tetap dijamin tidak berkurang. Artinya, tidak ada kompromi dalam aspek keselamatan dan kesehatan kerja.
  3. Menjaga integritas program jaminan sosial ketenagakerjaan.
    Pemerintah tetap menekankan bahwa seluruh perusahaan peserta program wajib patuh terhadap aturan jaminan sosial, termasuk pelaporan dan pembayaran iuran yang sesuai.

Salah satu poin menarik dalam rapat PAK ini adalah soal keterbukaan proses. Menurut Cris, revisi PP ini diinisiasi secara terbuka, dan seluruh proses penyusunan melibatkan kementerian, lembaga, hingga pemangku kepentingan sektor industri.

“Walaupun ini perubahan, prosesnya harus openance (terbuka). Dan itu sudah kami lakukan sejak awal,” jelas Cris.

Ia juga menyebut bahwa rancangan revisi PP ini sudah diajukan kepada Presiden, dan besar harapan agar pembahasan bisa tuntas hari ini, sebelum masuk tahap harmonisasi di Kementerian Hukum dan HAM.

“Kalau hari ini mundur, semua akan mundur. Karena itu kami ingin menyelesaikan rapat ini hari ini juga,” kata Cris menegaskan urgensi rapat.

Kebijakan ini menjadi bagian dari upaya besar pemerintah menjaga stabilitas sosial-ekonomi nasional. Industri padat karya seperti tekstil, garmen, alas kaki, dan makanan-minuman merupakan penyerap tenaga kerja dalam jumlah besar. Setiap insentif yang diberikan kepada industri ini akan berdampak langsung pada jutaan pekerja dan keluarganya.

BACA JUGA :  Mata Hukum Telisik Hak Nafkah Anak Pasca Perceraian di Indonesia

Pemerintah menilai, dengan memperpanjang keringanan iuran JKK, perusahaan akan memiliki ruang fiskal lebih leluasa, yang pada gilirannya bisa dimanfaatkan untuk menjaga kelangsungan produksi dan mempertahankan tenaga kerja.

Di sisi lain, perlindungan terhadap pekerja tidak boleh dikompromikan. Pemerintah memastikan bahwa BPJS Ketenagakerjaan tetap menjalankan fungsi pelayanannya secara optimal, termasuk untuk klaim JKK, baik kecelakaan kerja ringan maupun berat.

Rapat PAK yang digelar Kemnaker juga menyoroti pentingnya sinergi antar kementerian/lembaga, mengingat revisi peraturan seperti ini akan berdampak lintas sektor. Selain Kemnaker dan BPJS Ketenagakerjaan, hadir pula perwakilan dari Kementerian Koordinator Bidang Perekonomian, Kemenko PMK, Kementerian Keuangan, Bappenas, hingga Kementerian Hukum dan HAM.

BACA JUGA :  Kementerian PUPR dan Kemensos Kebut Pembangunan Sekolah Rakyat, Pilar Indonesia Emas 2045

Diskusi berlangsung intens, dengan fokus utama memastikan bahwa substansi peraturan tetap adil, rasional, dan implementatif, tanpa menyulitkan pelaku usaha maupun merugikan hak-hak pekerja.

Langkah pemerintah ini disambut positif oleh kalangan pelaku industri. Banyak dari mereka berharap agar revisi PP ini bisa segera ditetapkan, dan menjadi sinyal bahwa pemerintah hadir di tengah kondisi sulit.

“Industri padat karya ini termasuk industri yang mempekerjakan banyak orang dari kelas bawah. Jika beban iuran bisa dikurangi sementara, itu sudah sangat membantu,” ujar salah satu pengurus asosiasi industri garmen yang enggan disebut namanya.

Revisi PP Nomor 7 Tahun 2025 adalah bukti bahwa regulasi tidak boleh kaku, apalagi dalam situasi ekonomi yang sangat dinamis. Ketika dunia usaha menghadapi tekanan, pemerintah dituntut hadir dengan kebijakan yang adaptif dan solutif.

Dengan memperpanjang masa berlaku keringanan iuran JKK hingga Januari 2026, pemerintah tidak hanya membantu industri bertahan, tetapi juga menjaga agar para pekerja tetap mendapat perlindungan sosial yang layak.

Kini, masyarakat menunggu agar proses harmonisasi dan pengesahan revisi ini bisa berjalan cepat, agar industri padat karya bisa melangkah lebih pasti menghadapi semester dua tahun 2025.


Reporter: Syamsul | Editor: A.R.| Supriadi
Sumber: Biro Humas Kemnaker