JAKARTA, INSERTRAKYAT.COM – Pembangunan pertanian nasional pada era modern tidak lagi dapat bertumpu hanya pada intensifikasi produksi melalui input kimia dan mekanisasi. Keberlanjutan sektor pertanian justru ditentukan oleh sinergi antara inovasi teknologi, rekayasa sosial, dan kebijakan yang berbasis keseimbangan ekologis. Inilah esensi pendekatan yang diusung Kementerian Pekerjaan Umum (PU) melalui penerapan teknologi Irigasi Padi Hemat Air (IPHA), yang kini didukung penuh oleh intervensi ekologis dari Presiden Republik Indonesia.
Presiden Prabowo Subianto mengirim 1.000 ekor burung hantu ke kawasan pertanian IPHA di Majalengka, Jawa Barat. Kehadiran predator alami ini adalah solusi ilmiah terhadap meningkatnya serangan hama tikus yang muncul seiring perubahan karakteristik lahan akibat sistem pengairan IPHA yang berselang (intermittent).
“Kami sangat mengapresiasi perhatian Presiden. Ini adalah bentuk kebijakan negara yang berpihak pada keberlanjutan. Kita tidak sekadar menanam, kita sedang membangun sistem pertanian yang cerdas, hemat sumber daya, dan adaptif terhadap dinamika ekosistem,” kata Menteri PU, Dody Hanggodo, dalam keterangan resminya kepada Insertrakyat.com, di Jakarta (20/4).
ADVERTISEMENT

SCROLL TO RESUME CONTENT

Menteri Dody mengatakan, secara teknis, IPHA adalah metode yang mengatur air secara berselang, sehingga sawah tidak terus-menerus tergenang. Dampaknya, efisiensi air meningkat hingga 30%, dan akar tanaman menjadi lebih kuat. Pada sisi produktivitas, beberapa demplot menunjukkan hasil panen yang mencapai 7 hingga 8 ton per hektare, angka yang jauh di atas rata-rata nasional.
Hingga saat ini, terdapat 208 demplot IPHA yang dikembangkan di berbagai lokasi. Sebanyak 18 di antaranya telah dipanen dengan hasil menggembirakan. Namun, dinamika sistem ini melahirkan tantangan baru, ialah tanah yang lebih kering memudahkan tikus menggali dan merusak batang padi.
Burung hantu dari spesies Tyto alba terbukti sebagai predator efektif. Pengalaman serupa di Indramayu dan Cirebon menunjukkan bahwa keberadaan burung hantu mampu menekan serangan tikus hingga 70 persen, tanpa perlu mengandalkan pestisida kimia.
“Ekosistem harus menjadi bagian dari perencanaan. Kita tidak bisa menempatkan teknologi dan alam dalam posisi yang berseberangan. Justru integrasi keduanya adalah bentuk pembangunan paling rasional di era perubahan iklim saat ini,” lanjut Menteri Dody.
Kementerian PU telah menyiapkan mekanisme replikasi model ini melalui edukasi dan pameran teknologi. Pada 22 April 2025 mendatang, Kementerian akan menggelar kegiatan Panen dan Pameran Demplot IPHA di Daerah Irigasi Rentang sebagai sarana pembelajaran terbuka bagi petani, akademisi, dan pemangku kebijakan daerah.
Langkah Presiden, program IPHA, dan strategi ekologis yang digabungkan dalam satu kebijakan menunjukkan orientasi pemerintah terhadap pendekatan berbasis ilmu pengetahuan. Indonesia tidak sedang mengejar panen satu musim, tetapi sedang menyusun kerangka kerja jangka panjang menuju swasembada pangan yang berkeadilan lingkungan.
“Ketahanan pangan tidak boleh bertentangan dengan kelestarian. Itulah sebabnya kita memilih jalan tengah: teknologi yang efisien, ekosistem yang berfungsi, dan kebijakan yang berpihak pada rakyat,” tutup Menteri Dody.
Penulis : Syamsul
Editor : Supriadi