Depok– Lembaga Badan Anti Korupsi Nasional (BAKORNAS) mempertanyakan transparansi anggaran belanja honorarium rohaniwan sebesar Rp9,6 miliar yang tercatat dalam laporan keuangan Pemerintah Kota Depok tahun anggaran 2023.
Ketua Umum BAKORNAS, Hermanto, mengungkapkan bahwa pihaknya telah mengirimkan surat permohonan informasi publik kepada Sekretariat Daerah Kota Depok melalui mekanisme Pejabat Pengelola Informasi dan Dokumentasi (PPID) pada 28 April 2025. Namun, hingga pertengahan Mei, surat tersebut belum direspons.
“Kami baru menerima balasan tertanggal 21 Mei 2025, itu pun setelah kami melayangkan surat keberatan dan isu ini ramai dibicarakan publik,” kata Hermanto kepada Insertrakyat.com, Senin (26/5/2025).
ADVERTISEMENT

SCROLL TO RESUME CONTENT
Dalam surat balasan, disebutkan bahwa anggaran tersebut digunakan untuk membayar honor 2.000 orang pembimbing rohani dari berbagai agama di Kota Depok, dengan sistem pembayaran langsung ke rekening masing-masing. Namun BAKORNAS menilai penjelasan itu tidak menjawab pertanyaan yang diajukan secara spesifik.
Hermanto menyebutkan bahwa penjelasan tersebut tidak sesuai dengan temuan Badan Pemeriksa Keuangan Republik Indonesia (BPK RI) dalam Laporan Hasil Pemeriksaan (LHP) atas Laporan Keuangan Pemerintah Kota Depok Tahun 2023. Dalam dokumen temuan tersebut, tertulis bahwa honorarium diberikan kepada pejabat yang kemudian disebut sebagai rohaniwan dalam prosesi pengambilan sumpah jabatan. Dari situlah publik curiga.
“Atas dasar itu, kami meminta klarifikasi, apakah benar ada 2.000 orang pejabat yang melaksanakan tugas tersebut? Kegiatan apa saja yang melibatkan rohaniwan hingga menelan anggaran sebesar itu?” kata Hermanto.
BAKORNAS juga menilai bahwa surat balasan dari Sekretariat Daerah Kota Depok tidak disusun secara profesional karena terdapat coretan tanggal, serta tidak mencantumkan rincian penggunaan anggaran sesuai prinsip akuntabilitas.
Organisasi tersebut menyampaikan enam poin pertanyaan terkait jumlah penerima, identitas rohaniwan, besaran honor, jumlah kegiatan, jenis kegiatan, dan momen pelaksanaan kegiatan yang melibatkan rohaniwan. Semua pertanyaan itu, menurut BAKORNAS, belum dijawab secara memadai.
Saut Sitorus, Sekretaris Jenderal BAKORNAS, menambahkan bahwa transparansi dan akuntabilitas merupakan prinsip penting dalam pengelolaan keuangan negara. Ia menyayangkan sikap Sekretariat Daerah Kota Depok yang dinilai enggan membuka data publik secara lengkap.
Mengacu pada Undang-Undang Nomor 14 Tahun 2008 tentang Keterbukaan Informasi Publik, serta Undang-Undang Nomor 30 Tahun 2014 tentang Administrasi Pemerintahan, BAKORNAS menyatakan akan membawa persoalan ini ke Komisi Informasi dan mempertimbangkan langkah hukum melalui gugatan ke Pengadilan Tata Usaha Negara (PTUN).
Hingga berita ini ditayangkan, Pemerintah Kota Depok belum memberikan tanggapan resmi terkait polemik tersebut. Para pejabat publik terkait masih malu – malu berkomentar di ruang publik, sementara itu temuan BPK senyatanya menuai perhatian anti rasuah.
Penulis : Sudirlam
Editor : Supriadi Buraerah