INSERTRAKYAT.com, Barru – Kuasa Hukum, Arni, S.H mengatakan keputusan Majelis Hakim Pengadilan Negeri (PN) Barru yang menjatuhkan vonis 3 tahun penjara kepada terdakwa pada kasus pelecehan seksual, sangat ringan.
“Putusan [vonis] 3 tahun itu, bikin hati miris. Korban adalah anak difabel yang jelas-jelas dimanfaatkan ketidakberdayaannya. Tapi kenapa terdakwa hanya dihukum 3 tahun,” imbuh Arni SH, Direktur ARY Law Office, Kamis, 5 Juni 2025.
Pada persidangan, Hakim menyatakan bahwa, Terdakwa dinyatakan bersalah melakukan pelecehan seksual terhadap korban AC (19). Namun, Arni menyayangkan keputusan hakim. Menurutnya, seorang korban berkebutuhan khusus.
ADVERTISEMENT

SCROLL TO RESUME CONTENT
“Korban seorang perempuan berkebutuhan khusus dengan gangguan disabilitas ganda,” kata Arni. Dia menegaskan peristiwa kasus tersebut terjadi di Kompleks Ruko Pekkae, Kecamatan Tanete Rilau, Kabupaten Barru.
Arni mengungkapkan bahwa sejak awal penyelidikan pihaknya sudah mencium banyak kejanggalan. Salah satunya, rekaman CCTV yang memperlihatkan terdakwa masuk ke kamar korban tidak pernah disita sebagai barang bukti oleh penyidik.
Tak hanya itu, pakaian korban yang seharusnya diamankan sejak awal penyelidikan justru baru diminta jaksa saat tahap dua, dan itupun melalui ibu korban, bukan disita oleh penyidik sebagaimana mestinya.
“Baru pada tahap dua jaksa meminta barang bukti itu ke ibu korban. Aneh, kok bukan penyidik yang menyita sejak awal? Bahkan menurut pengakuan ibu korban, ada permintaan dana oleh oknum penyidik lewat telepon, alasannya untuk bayar saksi ahli. Padahal saksi ahli itu sudah disiapkan UPTD PPA,” ujar Arni.
Kekecewaan semakin dalam saat diketahui pelaku tak ditahan dengan alasan kooperatif, dan hanya wajib lapor lewat video call menggunakan HP milik ponakannya. Alasan kesehatan dan usia juga tak pernah didukung dengan surat keterangan medis.
“Ketika ditanya mana surat dokter, penyidik jawab tidak ada. Lalu alasan penahanan tidak dilakukan katanya dari atasan. Ini jelas-jelas tidak masuk akal,” tegas Arni lagi.
Lebih menyakitkan bagi keluarga korban adalah sikap jaksa penuntut umum yang malah menyarankan damai.
“Pak jaksa pernah telepon saya, bilang begini: ‘Bu Adami berkasta ini, tidak maukikah damai? Anggaplah ini ujian.’ Coba bayangkan, saya lagi terpukul melihat anak saya jadi korban, malah disuruh damai. Di mana rasa keadilannya?” ucap ibu korban menirukan gelagat insan Adhyaksa tersebut.
Sidang pemeriksaan setempat (PS) yang digelar di lokasi kejadian justru memperparah trauma korban dan keluarganya.
Selain mencemarkan usaha keluarga yang berada di lokasi, proses tersebut bahkan diwarnai intimidasi dari oknum LSM yang berteriak-teriak di tempat usaha korban.
“Walau sidang tertutup, tapi tetap menimbulkan opini buruk. Ditambah lagi, ada oknum LSM yang datang dan bertindak arogan, teriak-teriak di tempat usaha saya. Semua terekam CCTV,” ucapnya.
Tak hanya itu, Arni juga mengkritisi perlakuan penyidik yang terkesan membatasi akses pendampingan kepada korban.
“Saya datang ke ruang penyidik, disuruh masuk, tapi ibu korban malah dilarang ikut. Saya ini kuasa hukum, kenapa orang tua korban tidak boleh masuk? Ini bentuk ketidakmanusiawian yang mencederai semangat perlindungan korban,” katanya.
Keistimewaan terhadap terdakwa juga tampak jelas saat sidang PS. Pelaku datang bukan dengan mobil tahanan, melainkan menggunakan kendaraan pribadi yang tidak diketahui milik siapa.
“Kami punya bukti rekaman CCTV. Ini memperkuat kesan bahwa terdakwa diperlakukan secara khusus. Sangat mengecewakan,” tegas Arni.
Keluarga korban kini bersiap melaporkan perilaku aparat yang terlibat, baik dari unsur kepolisian maupun kejaksaan, ke Kejaksaan Agung.
Mereka berharap kasus ini menjadi perhatian nasional dan mendorong reformasi serius dalam sistem perlindungan hukum terhadap penyandang disabilitas.
Jaksa Agung RI, Sanitiar Burhanuddin belum memberikan tanggapan publik terkait isu miring yang menimpa insan Adhyaksa di Kabupaten Barru tersebut. Demikian pula Ketua Mahkamah Agung RI, Prof Sunarto melalui Jubir Mahkamah Agung dan Komisi Yudisial — Bawas (Badan Pengawas) Hakim, masih berupaya diperoleh tanggapannya. (*/S).