Jakarta, Insertrakyat.com —
Lembaran buruk kembali tercatat di meja publik. Bukan karena tumpukan beras di gudang Bulog Pinrang, melainkan karena perilaku tak patut seorang sopir yang bertingkah lebih tinggi dari tuannya.
Polemik itu berlangsung pada Kamis, 27 Maret lalu, insiden tak elok terjadi di ruang tunggu Kantor Cabang Bulog Pinrang. Seorang jurnalis dari Media Majalah Kosongsatu, Andi Guntur Noerman, datang dalam rangka kerja jurnalistik, menelusuri jalannya penyerapan gabah petani sesuai Harga Pembelian Pemerintah (HPP) sebesar Rp6.500 per kilogram Gabah Kering Panen (GKP) di Sulawesi Selatan yang kian menarik perhatian publik.
Namun, alih-alih disambut dengan layanan informasi publik yang ramah, Andi Guntur justru dihentikan oleh seorang sopir bernama Iwan. Dengan sikap arogan dan nada tinggi, Iwan memeriksa kartu identitas wartawan itu, seolah ia aparat negara berpangkat tinggi. Dua pegawai Bulog yang menyaksikan kejadian itu hanya terdiam, tak berani melerai.
Selang sekitar dua hari kemudian, Kepala Cabang Bulog Pinrang, Ivan Faisal, akhirnya menghubungi Andi Guntur untuk menyampaikan permintaan maaf.
Namun, kini permintaan maaf itu justru menambah bara di tengah lempeng Polemik. Publik mempertanyakan: Mengapa Kepala Cabang yang meminta maaf atas arogansi sopirnya, bukan mengambil sikap tegas untuk menertibkan bawahannya?.
Gelombang suara kritis dari mahasiswa di Jakarta ikut menggelegar. Daffa, salah satu aktivis kampus, meminta aparat penegak hukum turun tangan.
“Permintaan maaf itu bukan solusi. Itu justru bukti bahwa Kancab Bulog Pinrang tak berdaya menghadapi ulah sopir beleng-beleng yang bertindak bak preman di ruang publik” tegas Daffa, di Jakarta Selatan, Sabtu (29/3).
Akrab disapa Daffa, dia juga mendesak Kejaksaan dan lembaga pengawas untuk mengaudit ulang seluruh tata kelola Bulog Pinrang.
“Tentu publik khawatir, insiden ini hanyalah pintu kecil dari persoalan besar di tubuh Bulog Pinrang. Jangan sampai pelayanan publik dikacaukan oleh orang yang bahkan tidak punya kapasitas resmi,” ucapnya.
Bagi Daffa, tindakan sopir yang menghalangi akses informasi publik kepada jurnalis adalah bentuk nyata menghalangi kebebasan pers dan melanggar prinsip keterbukaan informasi.
Tak berhenti di situ, insiden sopir beleng-beleng ini seperti menyiram garam pada jejak koruptor di tubuh Bulog. Masyarakat belum lupa bagaimana Bulog Pinrang pernah tercoreng oleh kasus korupsi berjamaah.
Dalam sengkarut koruptor berkaitan itu, diketahui terdapat mantan pejabat Bulog Pinrang dan seorang rekanan bisnis divonis delapan tahun penjara oleh Pengadilan Tipikor Makassar pada Agustus 2023. Mereka terbukti merampok hak rakyat melalui permainan kotor di Gudang Lampa, dengan kerugian negara mencapai Rp5,4 miliar akibat raibnya 500 ton beras.
Radityo Putra Sikado, mantan Kepala Cabang Bulog Pinrang; Muh Idris, mantan Kepala Gudang; serta Irpan, Direktur CV Sabang Merauke Persada, diganjar hukuman atas pelanggaran Pasal 2 ayat (1), Pasal 3, dan Pasal 9 UU Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi.
Polemik arogansi sopir ini mungkin tampak sepele di mata sebagian orang. Namun bagi publik yang cerdas, ini adalah sinyal bahwa ada sesuatu yang rusak di balik dinding kantor Bulog Pinrang. Ketika sopir bisa bertindak bak pejabat, ketika pimpinan hanya bisa meminta maaf tanpa tindakan tegas; di situlah publik harus bertanya: siapa yang sebenarnya mengendalikan badan usaha yang dinaungi negara ini?. Kini aktivis tengah melakukan konsolidasi dengan membidik aksi demonstrasi di Kantor kementerian yang menaungi manajemen Badan Pengawas dan Usaha Bolug di tanah air, termasuk di Pinrang Sulawesi Selatan.