JAKARTA, INSERTRAKYAT.COM — Di tengah tantangan penegakan hukum yang kian kompleks, Jaksa Agung Muda Pengawasan (JAM-Pengawasan) Rudi Margono angkat bicara. Lewat forum Bimbingan Teknis dan Manajemen Kejaksaan RI secara virtual, beliau menyampaikan satu pesan mendasar, ialah kepemimpinan bukan soal jabatan, tetapi pertanggungjawaban moral di hadapan publik. Rabu, 30 April 2025.

Dalam paparannya bertajuk “Strategi Kepemimpinan Kejaksaan RI”, yang menjadi bagian dari program Corporate University Kejaksaan, Rudi tak sekadar membacakan dokumen. Ia menukik langsung ke jantung problematika kelembagaan: rendahnya efektivitas karena kegagalan memimpin dengan visi dan hati nurani.

BACA JUGA :  ST BURHANUDIN RESMI BUKA MUSRENBANG KEJAKSAAN AGUNG 2025, BAHAS PAGU 8 TRILIUN RUPIAH

Mengacu pada Peraturan Jaksa Agung RI Nomor PER-013/A/JA/11/2017, Rudi menegaskan bahwa strategi kepemimpinan bukan jargon administratif. Ia adalah cara kerja yang mewujud dalam konsolidasi nilai-nilai Tri Krama Adhyaksa, keberanian mengambil risiko, dan komitmen melindungi kepentingan rakyat melalui hukum.

“Kejaksaan harus satu kebijakan, satu suara, satu tindakan. Prinsip ‘een en ondeelbaar’ bukan sekadar semboyan. Ia adalah cara kita berdiri tegak di hadapan bangsa yang menuntut keadilan,” tegasnya.

Tiga poros utama yang dibangun melalui strategi ini, menurut Rudi, adalah masing-masing:

BACA JUGA :  Koalisi Parlemen Jalanan Bakal Melapor Ke Kejati Sulsel, Kasus Dugaan Korupsi Dengan Nilai Anggaran Rp 17,4 Miliar di Sinjai

1. Efektivitas hukum lewat penguatan fungsi intelijen yustisial dan penyidikan berbasis integritas.

2. Pemulihan kepercayaan publik melalui transparansi dan partisipasi masyarakat.

3. Optimalisasi kelembagaan, termasuk reformasi pengawasan internal dan pengelolaan risiko secara sistemik.

 

Ia juga menegaskan tentang pengawasan partisipatif, pelibatan lembaga pendidikan, serta pembinaan mental-spiritual aparatur sebagai landasan konsolidasi. Di sisi lain, pemimpin lembaga penegakan hukum juga dituntut menjadi penjamin mutu, bukan hanya penikmat kuasa.

“Kita ini digaji dari pajak rakyat, bukan dari langit. Maka tugas kita tak hanya hukum, tapi akhlak,” ucapnya.

BACA JUGA :  IMPH Desak Kejagung Periksa Sekda Konut Terkait Dugaan Korupsi Tambang PT. Cinta Jaya

Penilaian kinerja Kejaksaan Tinggi dan Kejaksaan Negeri kini dilakukan rutin setiap enam bulan. Ukuran keberhasilan tidak lagi terletak pada banyaknya kasus ditangani, tapi pada seberapa jauh pemimpin di daerah mampu menggerakkan institusi menjadi relevan dan dipercaya masyarakat.

Di akhir penegasannya, Rudi mengingatkan bahwa setiap tindakan kecil seorang jaksa akan dicatat sejarah, dan tak tertutup kemungkinan dikenang sebagai pelita atau luka.

“Hal baik sekecil apapun yang kita lakukan adalah amal jariyah, baik di hadapan institusi, maupun Tuhan yang Maha Mengawasi,” tutupnya.