SINJAI – Balai Besar Wilayah Sungai Pompengan Jeneberang (BBWS PJ) tercatat telah menggelar Pertemuan Konsultasi Masyarakat (PKM) pada 20 Juni 2024 lalu, di Kabupaten Sinjai. Agenda itu bertujuan untuk penyusunan dokumen lingkungan proyek jaringan air baku, sebuah kebutuhan vital yang digadang-gadang akan membawa manfaat besar bagi masyarakat lintas kecamatan di Bumi Panrita Kitta.
PKM tersebut dibuka oleh Penjabat (Pj) Bupati Sinjai, T.R. Fahsul Falah. Dalam sambutannya, ia menyebut kegiatan ini sebagai upaya untuk menyerap aspirasi publik terkait pelaksanaan kegiatan BBWS PJ dari aspek lingkungan. “Kami harap keterlibatan masyarakat bisa menjamin program ini berjalan sesuai prinsip keberlanjutan,” ujar TR waktu itu.
Namun hingga pertengahan 2025, masyarakat mulai bertanya, di mana realisasinya?.
Pertemuan yang kala itu dihadiri pejabat penting seperti Kabid KPISDA BBWS PJ Rahayu, S.T., M.T., PPK Perencanaan Program BBWS PJ Nurdiana Karim, S.T., serta Kepala Dinas Lingkungan Hidup dan Kehutanan, Dinas PUTR, hingga Dirut PDAM Sinjai.
PKM diwarnai antusiasme dari banyak pihak, lima camat, tiga lurah, dan delapan kepala desa ikut hadir. Nama-nama seperti Kades Gareccing, Kades Talle, (Ir Abd Rajab), hingga Samaturue tercatat menyampaikan aspirasi, terutama soal krisis air bersih yang tak kunjung usai.
Kini, hampir setahun berselang, berbagai desa dan kelurahan yang hadir di forum tersebut belum menerima kabar lanjutan secara spesifik. Tidak sedikit masyarakat yang bertanya. Apakah dokumen lingkungan itu sudah selesai?. Apakah proyek jaringan air baku sudah masuk tahap lelang atau pengerjaan lapangan?.
Publik patut tahu, PKM bukanlah akhir dari proses, melainkan pintu masuk menuju implementasi. Jika hingga kini belum ada kemajuan signifikan, maka pertanyaannya bukan lagi kapan dibangun?, tetapi ada apa di balik lambatnya realisasi?.
Pemda Sinjai terlebih BBWS Pompengan Jeneberang harus membuka ruang klarifikasi, secara sportif, bagaimana status dokumen lingkungan yang dimaksud?. Apa kendala yang menghambat pembangunan jaringan air baku Sinjai?. Dan apakah aspirasi desa-desa sudah benar-benar dimasukkan dalam kajian teknis?.
Inilah catatan hot, bahwa hak atas air bersih adalah kewajiban negara, dan keterlambatan adalah bentuk pengabaian yang tidak bisa dimaafkan begitu saja. Andai kegiatan tersebut telah dilaksanakan mengapa publik begitu sulit mengetahui rimbah nya. Jika pun belum, apa alasan nya?.