Jakarta, Insertrakyat.com, — Di tengah arus reformasi birokrasi yang terus bergulir, satu hal masih menjadi ganjalan besar ialah kesejahteraan aparatur sipil negara (ASN) yang belum sepenuhnya merata.
“Masih banyak abdi negara di pelosok yang belum menikmati penghasilan layak meski telah puluhan tahun mengabdi,” bunyi keterangan Prof Zudan Arif Fakrulloh, yang diterima Insertrakyat.com, pada Selasa, (6/10/2025).
Sebelumnya, ungkapan tersebut juga telah disampaikan Kepala Badan Kepegawaian Negara (BKN) sekaligus Ketua Dewan Pengurus Korpri Nasional, Prof. Zudan Arif Fakrulloh, dalam Rapat Kerja Nasional (Rakernas) Korpri Tahun 2025 di Griya Agung Palembang, Sabtu (4/10).
Rakernas yang mengusung tema “Korpri Solid Mewujudkan Asta Cita”.
Kegiatan ini sanga berarti bagi ASN di seluruh Indonesia. Selain sebagai ajang konsolidasi nasional, forum ini juga merumuskan rekomendasi strategis untuk memperkuat reformasi birokrasi, kesejahteraan, dan perlindungan hukum aparatur negara.
Dalam pidatonya, Prof. Zudan mengemukakan bahwa reformasi birokrasi tidak boleh berhenti pada tuntutan profesionalitas semata.
“ASN yang profesional dan berintegritas tidak akan cukup jika sistem birokrasinya masih sakit,” ungkapnya.
Mantan Pj. Gubernur Sulsel ini mengibaratkan birokrasi sebagai mesin utama pemerintahan yang menentukan arah dan laju pembangunan nasional.
“Pemerintahan itu ibarat pesawat terbang. Presiden adalah pilot, Wakil Presiden kopilot, rakyat penumpangnya, dan mesin pesawatnya adalah birokrasi. Pilot dan penumpang bisa baik, tapi kalau mesinnya rusak, pesawat tak akan lepas landas,” kata Prof Zudan disambut tepuk tangan peserta Rakernas.
Pesan tersebut menggugah banyak peserta yang hadir, karena realitas di lapangan memang menunjukkan masih adanya ketimpangan sistem birokrasi. Banyak ASN yang bekerja dengan beban besar, namun tidak diimbangi sistem penggajian dan perlindungan yang memadai.
Dalam kesempatan yang sama, Prof. Zudan menyoroti masalah klasik kesejahteraan ASN yang hingga kini belum terselesaikan.
Menurutnya, masih banyak ASN golongan I dan II yang hidup pas-pasan bahkan harus berutang demi menutupi kebutuhan keluarga.
“Setelah puluhan tahun mengabdi, masih banyak ASN yang pensiun dengan tangan kosong, bahkan membawa cicilan hingga masa tua. Ini kenyataan yang harus kita ubah,” ujarnya.
Kondisi tersebut menurutnya disebabkan sistem penggajian yang tidak proporsional antara gaji pokok dan tunjangan. Selama ini, manfaat pensiun ASN hanya dihitung berdasarkan gaji pokok, sementara tunjangan tidak masuk perhitungan.
Padahal, dalam komponen tunjangan bisa mencapai lebih dari separuh pendapatan ASN. Hal ini menimbulkan ketimpangan besar antara masa kerja aktif dan masa pensiun.
Untuk mengatasi ketimpangan itu, Korpri kembali mengusulkan penerapan sistem gaji tunggal (single salary system) yang pernah dibahas satu dekade lalu.
Menurut Prof. Zudan, sistem baru ini akan menyatukan gaji pokok dan tunjangan ke dalam satu komponen yang utuh.
“Dengan single salary system, gaji dihitung sebagai satu komponen dan menjadi 75 persen dari total. Skema ini lebih sederhana dan lebih adil, baik bagi ASN aktif maupun pensiunan,” jelasnya.
Prof Zudan juga menilai bahwa sistem gaji tunggal akan memudahkan pengelolaan keuangan ASN, menekan potensi utang pribadi, dan memastikan kesejahteraan berkelanjutan.
“Target kita sederhana, saat ASN pensiun, SK kembali ke tangan, bukan karena hutang. ASN harus bisa menutup masa tugasnya dengan tenang dan bermartabat,” tegasnya.
Usulan ini, kata Prof Zudan, akan segera diformalkan sebagai rekomendasi resmi hasil Rakernas dan disampaikan langsung kepada Presiden serta Menteri Keuangan. Ia berharap kabinet baru dapat memberikan keberpihakan yang lebih besar terhadap peningkatan kesejahteraan ASN di seluruh Indonesia.
Selain single salary system, Korpri juga mendorong agar Tambahan Penghasilan Pegawai (TPP) di daerah dapat dibayarkan secara rutin dan mencukupi.
Selama ini, pembayaran TPP masih kerap terlambat bahkan tertunda karena kondisi fiskal daerah yang tidak stabil.
Prof Zudan menilai, kebijakan penggajian ASN di daerah harus mendapat perhatian serius dari pemerintah pusat. “ASN daerah juga bagian dari republik ini. Jangan sampai kerja keras mereka tidak sebanding dengan kesejahteraan yang diterima,” ujarnya.
“Kesejahteraan ASN tidak hanya soal angka rupiah, tetapi juga bentuk penghargaan terhadap pengabdian dan integritas aparatur negara,” lanjutnya.
Kendati demikian, di luar soal penggajian, Prof. Zudan menilai pentingnya perlindungan hukum bagi ASN. Ia menyinggung Rancangan Peraturan Pemerintah (RPP) Perlindungan Hukum ASN yang telah diusulkan sejak 2016, namun hingga kini belum juga disahkan.
“Aturan ini akan memberikan rasa aman bagi ASN dalam menjalankan tugas. Jangan sampai ASN yang bekerja sesuai prosedur justru dikriminalisasi,” tegasnya.
Prof Zudan menilai, perlindungan hukum akan menumbuhkan keberanian ASN dalam mengambil keputusan, terutama dalam kebijakan publik yang berisiko tinggi. Ia juga menyebut, tanpa perlindungan hukum yang kuat, semangat profesionalitas ASN akan tergerus oleh ketakutan dan ketidakpastian.
Rakernas Korpri 2025 juga menyoroti arah digitalisasi birokrasi nasional.
BKN disebut tengah membangun Sistem Kepegawaian Nasional Terpadu yang terhubung dengan basis data kependudukan Dukcapil.
Melalui sistem ini, seluruh proses administrasi ASN, mulai dari rekrutmen, promosi, mutasi, hingga pensiun, akan terintegrasi secara digital. “Tidak ada lagi berkas fisik menumpuk. Semua serba cepat, akurat, dan transparan,” ujar Prof Zudan.
Digitalisasi ini diharapkan mampu memangkas proses birokrasi yang berbelit dan meningkatkan kualitas pelayanan publik. Prof Zudan menegaskan, reformasi digital harus menjadi budaya kerja baru di lingkungan pemerintahan.
“Birokrasi digital bukan hanya soal aplikasi, tapi perubahan cara berpikir. ASN harus siap menjadi pelayan publik era baru yang cepat dan adaptif,” ujarnya.
Sementara itu, hasil Rakernas Korpri 2025 akan disusun menjadi rekomendasi kebijakan ASN kepada Presiden. Isi rekomendasi mencakup tiga poin besar: reformasi kesejahteraan ASN, penguatan perlindungan hukum, dan akselerasi digitalisasi birokrasi.
Rekomendasi ini diharapkan menjadi bagian integral dari pelaksanaan Asta Cita Nasional, yang menempatkan birokrasi sebagai mesin utama pemerintahan bersih, melayani, dan berkeadilan.
Prof Zudan menegaskan, Korpri bukan hanya organisasi pegawai, tetapi rumah besar ASN yang menjaga marwah aparatur negara. “Korpri solid berarti negara kuat. ASN yang sejahtera dan terlindungi akan melahirkan pelayanan publik yang berkualitas,” ucapnya.
Prof. Zudan menyerukan semangat baru bagi seluruh ASN. Ia mengajak aparatur negara di pusat dan daerah untuk terus memperkuat integritas, menjaga netralitas, dan bekerja dengan hati untuk rakyat.
“Korpri maju terus! Birokrasi sehat, ASN terlindungi, dan pelayanan publik makin baik. Inilah manfaat yang harus benar-benar dirasakan keluarga ASN dan masyarakat,” serunya penuh semangat.
Lengkapnya, di tengah tuntutan publik yang semakin tinggi, ASN diharapkan mampu menjawab tantangan zaman dengan kerja nyata, semangat solidaritas, dan komitmen melayani bangsa tanpa pamrih.
(Sya/Sup).