Jakarta, InsertRakyat.com,– Prof. Dr. Oemar Seno Adji, S.H., M.H., dikenal sebagai tokoh hukum nasional yang meletakkan dasar-dasar kaidah hukum pers di Indonesia. Namanya kini diabadikan sebagai nama ruangan di Mahkamah Agung RI dan berbagai ruang sidang pengadilan.
Sebagai Ketua Mahkamah Agung Republik Indonesia ke-5 periode 1974–1982, Oemar Seno Adji telah mencatat sejarah dalam penegakan hukum dan pendidikan hukum di Indonesia. Ia juga pernah menjabat Menteri Kehakiman RI pada 1966–1973.
Lahir di Solo, 5 Desember 1915, Oemar adalah putra Bupati Surakarta, Raden Tumenggung Tjitrobanudjo. Keistimewaan sebagai keturunan bangsawan digunakannya untuk menempuh pendidikan di tengah ketimpangan politik etis kolonial Belanda.
Pendidikan formalnya dimulai dari MULO Surakarta, kemudian AMS Yogyakarta, dan dilanjutkan ke Rechtshogeschool di Jakarta—yang kini menjadi Fakultas Hukum UI. Ia lalu berkarier di Departemen Kehakiman sejak 1946 hingga 1949.
Kecintaannya terhadap ilmu hukum membawanya ke Universitas Gadjah Mada pada 1949 dan mengantarkannya menjadi Jaksa Agung Muda (1950–1959). Ia kemudian menjadi dosen dan Guru Besar di Fakultas Hukum UI.
Oemar Seno Adji juga dikenal sebagai penulis produktif dalam bidang hukum. Karya-karyanya antara lain Aspek-Aspek Hukum Pers, Perkembangan Delik Pers di Indonesia, hingga Etika Profesional dan Hukum: Profesi Advokat. Sebagian besar bukunya masih dijadikan rujukan di fakultas hukum.
Pemikirannya mengenai pembungkaman dan pembredelan media menjadi pondasi penting dalam pengembangan hukum pers. Ia dinilai sebagai pelopor pemikiran hukum pers modern di Indonesia.
“Pemikiran beliau tentang kebebasan pers bukan hanya keberanian, tetapi juga fondasi teoritis hukum pers kita saat ini,” ujar salah satu Guru Besar Fakultas Hukum UI, dikutip dari Human MA, (7/5/2025) dalam laporan Syamsul ke Redaksi Insertrakyat.com.
Kepemimpinannya juga terlihat saat dipercaya menjadi Dekan Fakultas Hukum UI (1966–1968). Di akhir masa Orde Lama, Presiden Soekarno menunjuknya sebagai Menteri Kehakiman. Pada masa Orde Baru, Presiden Soeharto mengangkatnya sebagai Ketua MA RI.
Setelah purnabakti dari Mahkamah Agung, ia melanjutkan pengabdian sebagai Rektor Universitas Krisnadwipayana. Sepanjang kariernya, ia selalu menjunjung tinggi profesionalisme dan integritas.
Jejak dedikasinya tidak hanya tercermin dalam jabatan publik, tetapi juga dalam dunia akademik. Namanya menjadi simbol teladan, inspirasi bagi generasi hukum Indonesia masa kini. (*).