Penulis, Ir. Fakhrurrazi, Peneliti Pusat Pengkajian Agraria & Sumber Daya Alam (PPASDA) & Penulis Buku Sardjana Kehidoepan
INDONESIA sedang berada pada fase yang menuntut pemimpin kuat, cepat, dan stabil. Bencana alam bermunculan lebih sering, dari banjir besar, tanah longsor, hingga cuaca ekstrem yang terkait langsung dengan fenomena iklim global. Di saat yang sama, negeri ini juga menghadapi “bencana sosial” berupa krisis tata kelola, melemahnya moral kekuasaan, konflik kepentingan, serta kesenjangan ekonomi yang makin mencolok. Situasi ini membuat kepemimpinan nasional diuji secara bersamaan, bukan hanya dalam aspek teknis penanganan bencana, tetapi juga dalam kemampuan meredam kegaduhan internal bangsa.
Kondisi Indonesia saat ini tidak jauh berbeda dari masa awal pemerintahan SBY 2004, tetapi bentuk krisisnya lebih kompleks. Bencana alam meningkat signifikan akibat cuaca ekstrem dan perubahan iklim. Data BNPB menunjukkan ribuan kejadian bencana hidrometeorologi per tahun, mayoritas banjir dan longsor. Di saat bersamaan, bencana sosial-politik muncul dalam bentuk polarisasi politik yang belum pulih, sengketa kewenangan pusat–daerah, lemahnya kualitas pembangunan di banyak sektor, serta gejolak ekonomi yang memukul masyarakat kecil. Di balik itu muncul pula kegaduhan moral kekuasaan, rasa ketidakadilan, dan kerakusan ekonomi yang semakin terasa di level bawah.
Tantangan Presiden Prabowo
Prabowo memasuki masa kepemimpinannya dalam kondisi yang jauh lebih rumit. Ia tidak hanya harus menyiapkan negara menghadapi bencana alam yang datang tanpa henti, tetapi juga memulihkan kepercayaan publik terhadap institusi negara. Agenda besarnya bukan sekadar pembangunan fisik, melainkan membenahi disiplin kebijakan, moral kekuasaan, dan arah ekonomi agar kembali berpihak pada rakyat. Di sinilah ujian sesungguhnya: apakah Prabowo mampu mengubah krisis menjadi momentum konsolidasi bangsa.
Bencana alam di Indonesia sejak beberapa hari terakhir adalah cermin dari tata kelola industri ekstraktif dan ketidaksiapan menghadapi perubahan iklim. Krisis internal seperti polarisasi politik, kegaduhan birokrasi, serta ketimpangan ekonomi menjadi “bencana kedua” yang tidak kalah berat. Jika SBY pernah membuktikan kapasitasnya melalui tsunami dan perdamaian Aceh, maka Prabowo kini menghadapi ujian yang tak kalah besar: menyatukan bangsa, membersihkan ruang kekuasaan, menertibkan pembangunan, dan memastikan negara hadir cepat ketika masyarakat terkena bencana.



































