Pontianak, InsertRakyat.com — Isu mengenai Kejaksaan Tinggi Kalimantan Barat (Kejati Kalbar) yang disebut menjemput paksa Mantan Gubernur Kalbar, inisial S, mulai ramai diperbincangkan publik dan kalangan mahasiswa. Kabar ini mencuat setelah yang bersangkutan disebut-sebut mangkir dari panggilan penyidik.
“Memang benar Kejati Kalbar sedang mendalami dugaan korupsi dana hibah Pemprov Kalbar yang dialirkan ke Yayasan Mujahidin Pontianak. Namun, soal penjemputan paksa, itu masih sebatas spekulasi,” ujar A, salah satu sumber kepada InsertRakyat.com.
Sementara itu, Kasi Penkum Kejati Kalbar, I Wayan Gedin Arianta, membenarkan bahwa penyidikan tengah berlangsung atas dugaan korupsi tersebut. Namun, ia menegaskan belum ada tindakan jemput paksa. “Ada tiga saksi yang kami periksa. Pada Selasa, 24 Juni 2025 (kemarin), Ketua Yayasan, inisial SK, hadir untuk diperiksa,” ujar I Wayan dalam pernyataan visual yang diterima InsertRakyat.com, Rabu (25/6/2025).
Pemeriksaan dilakukan untuk menelusuri aliran dan penggunaan dana hibah. Sekda Kalbar, inisial H, serta mantan gubernur, dijadwalkan hadir terpisah pada Rabu dan Kamis, 25–26 Juni 2025.
I Wayan menyebut mantan gubernur telah dua kali dipanggil namun tidak hadir, hanya mengajukan penjadwalan ulang. Hal ini dinilai sebagai bentuk penghindaran terhadap proses hukum.
“Kami berharap beliau kooperatif dan hadir, sebagai wujud ketaatan terhadap hukum,” lanjut I Wayan.
Pemeriksaan saksi adalah langkah penting dalam proses penegakan hukum. Kehadiran para pihak menunjukkan komitmen terhadap keadilan. “Keterangan saksi dibutuhkan untuk mengusut dugaan penyalahgunaan dana hibah,” tegasnya.
Dana hibah Pemprov Kalbar kepada Yayasan Mujahidin Pontianak diduga tidak digunakan sebagaimana mestinya. Klarifikasi masih terus dilakukan oleh tim penyidik.
Hal menarik lainnya, salah satu saksi dalam kasus ini, yakni Sekda Kalbar, kemarin terlihat mengikuti agenda pencegahan korupsi. Berdasarkan informasi internal birokrasi yang diterima tim InsertRakyat.com, Sekretaris Daerah Harisson memimpin secara virtual Rapat Koordinasi Rekonsiliasi Data Perizinan Mineral Bukan Logam dan Batuan (MBLB). Rapat ini berlangsung di Ruang Analisis Data Kantor Gubernur Kalbar dan turut dihadiri oleh OPD terkait serta Direktorat Korsup Wilayah III KPK, Selasa siang (24/6).
Dalam rapat tersebut, Harisson menegaskan komitmen Pemprov Kalbar terhadap pemerintahan yang bersih dari korupsi. “Pemprov Kalbar berkomitmen membangun tata kelola pemerintahan yang bersih di semua sektor,” ujarnya.
Rakor membahas tata kelola pertambangan, dan Sekda menyampaikan apresiasi kepada KPK. Menurutnya, dukungan KPK akan memperkuat langkah Pemprov menciptakan sistem pertambangan yang transparan, legal, dan akuntabel.
Meski demikian, penyidikan Kejati Kalbar terhadap dugaan korupsi hibah masih berlanjut. Pemeriksaan terhadap Sekda dijadwalkan pada Kamis. Hingga kini, Kejati belum merilis detail jumlah dana hibah atau potensi kerugian negara.
Tanggapan Mantan Gubernur Kalbar
Mantan Gubernur Kalbar, Sutarmidji atau Sumidjil, angkat bicara terkait polemik dana hibah Pemprov Kalbar untuk Yayasan Mujahidin. Ia menegaskan, tanggung jawab dana hibah secara hukum berada pada penerima hibah sesuai Permendagri No. 77 Tahun 2020.
Sumidjil juga menyayangkan pendekatan aparat penegak hukum yang menurutnya tidak memahami konteks daerah. “Mereka datang dan pergi, kami yang tinggal harus menanggung akibatnya,” ujarnya.
Ia mengklaim selama menjabat, dirinya dan jajaran Pemprov fokus membangun infrastruktur dan layanan dasar. Namun, katanya, upaya itu sering kali justru dibalas dengan pemeriksaan hukum yang tidak proporsional.
“Kalau untuk bangun jalan dan sekolah saja dianggap menyalahi aturan, padahal sangat dibutuhkan, lalu di mana keberpihakan terhadap rakyat?” ujarnya.
Ia menekankan bahwa pembangunan gedung sekolah Yayasan Mujahidin dilakukan secara efisien, bahkan sudah diperiksa BPK RI Perwakilan Kalbar. Hasil audit disebut sesuai dengan proposal dan peruntukan.
“Biaya pembangunan gedung sekolah hanya Rp3,8 juta per meter. Sedangkan bangunan instansi vertikal yang juga pakai hibah bisa sampai Rp6,3 juta per meter. Silakan publik menilai,” ucapnya.
Ia menyebut seluruh dokumen pertanggungjawaban hibah telah disiapkan sesuai prosedur. Audit BPK, lanjutnya, menyatakan penggunaan dana sah secara administrasi dan substansi.
Terkait audit tambahan oleh BPKP, Sumidjil menyatakan tidak keberatan, tetapi meminta audit dilakukan objektif dengan pembanding yang setara. “Jangan audit kami saja, tapi juga instansi vertikal lain yang dapat hibah di Pontianak,” pintanya.
Sumidjil mengkritik metode audit hibah yang disamakan dengan proyek kontraktual. Menurutnya, pendekatan teknis proyek tidak relevan digunakan dalam evaluasi dana hibah.
Ia juga mempertanyakan kapasitas tim pemeriksa yang bukan berasal dari Kalbar. “Mereka dari luar daerah. Apa sudah punya sertifikasi teknis?” sindirnya.
Ia berharap audit dilakukan secara objektif dan profesional. Menurutnya, jangan sampai sentimen pribadi mengganggu proses hukum.
“Jangan karena urusan pribadi seperti izin yang lama diurus atau merasa tidak dihargai saat acara, lalu dilampiaskan dalam proses hukum,” ungkapnya.
Sumidjil menyatakan selama menjabat selalu patuh aturan. Ia menyebut pernah ada kejadian anggota Forkopimda tersinggung karena urusan tempat duduk dalam upacara, lalu membalas dengan pemanggilan dinas.
“Hanya karena tidak duduk di tengah, lalu enggan berfoto, dan dua hari kemudian OPD kami langsung dipanggil. Ini tidak profesional,” ujarnya.
Ia menegaskan bahwa hukum harus dijalankan tanpa tekanan institusi atau kepentingan pribadi. Proses audit pun, katanya, harus mengedepankan nurani.
“Jangan tunduk pada tekanan mana pun. Jalankan audit dengan integritas,” tegasnya.
Lebih lanjut, ia menyerahkan seluruh proses hukum kepada Tuhan. “Kalau keadilan tidak kami dapatkan di dunia, kami pasrah kepada Allah SWT,” tutupnya.
Kendati demikian, Ketua Yayasan Mujahidin, DR. Syarif Kamaruzaman, yang juga menjabat telah sebagai Pj. Bupati Kubu Raya, respon dan memenuhi panggilan penyidik Kejati Kalbar. Pemeriksaan dilakukan dua kali, yakni Senin (13/5) dan Selasa (24/6/2025), didampingi kuasa hukumnya.
Syarif membenarkan bahwa dirinya hadir sebagai Ketua Yayasan Mujahidin dalam perkara hibah Pemprov Kalbar. “Saya hadir memenuhi panggilan Kejati, sesuai kapasitas saya,” singkatnya.
Dalam kasus ini, Kejati Kalbar telah memanggil sedikitnya 15 saksi guna dimintai keterangan dan klarifikasi pada Mei lalu. Proses hukum masih dalam tahap penyelidikan. Berdasarkan Sprindik Nomor: 02/0.1/Fd.1/04/2024 tertanggal 30 April 2024, pemanggilan telah dilakukan, namun publik baru mengetahui kehadiran Ketua Yayasan sebagai saksi yang pertama kali hadir. (/Irk/Tim).