Yogyakarta, InsertRakyat.com – Kebijakan keadilan restoratif terus menjadi sorotan karena masih menimbulkan pro dan kontra di masyarakat.
Dalam praktiknya, pendekatan ini kerap memicu kecurigaan di antara aparat penegak hukum dan dianggap lebih menitikberatkan pada kepentingan aparat dibandingkan dengan korban kejahatan. Minggu, (23/2/2025).
Menurut Dr. Heri Hartanto, S.H., M.H., Kepala Pusat Penelitian dan Pengembangan Konstitusi dan Hak Asasi Manusia (P3KHAM) Universitas Sebelas Maret (UNS), kebijakan ini rentan digugat melalui praperadilan karena dianggap menyimpang dari prinsip penegakan hukum pidana konvensional.
ADVERTISEMENT

SCROLL TO RESUME CONTENT
Padahal, konsep ini bertujuan menyeimbangkan keadilan antara pelaku, korban, serta keluarga korban, dengan tetap memastikan proses hukum yang adil.
Dalam Focus Group Discussion (FGD) yang digelar di Hotel Santika, Yogyakarta, Jumat (21/2), P3KHAM UNS merumuskan empat rekomendasi guna meningkatkan efektivitas kebijakan keadilan restoratif di Indonesia:
Penerapan Mekanisme Checks and Balances
Diperlukan mekanisme kontrol yang lebih ketat antara aparat penegak hukum (Polisi, Jaksa, Hakim) dalam menjalankan kebijakan keadilan restoratif.
Salah satu upaya yang dapat dilakukan adalah memperkuat peran Jaksa sebagai dominus litis untuk memberikan supervisi kepada Kepolisian dalam proses penyidikan, sehingga potensi penyalahgunaan wewenang dapat diminimalisir.
Pengawasan Publik yang Lebih Kuat
Diperlukan mekanisme pengawasan publik dalam setiap tahapan pelaksanaan kebijakan keadilan restoratif, baik di Kepolisian, Kejaksaan, maupun Pengadilan.
Ini bertujuan untuk meningkatkan transparansi dan memastikan kebijakan benar-benar mencerminkan keadilan bagi korban, pelaku, dan masyarakat luas.
Harmonisasi Regulasi Melalui Revisi KUHAP
Pemerintah perlu mengakomodasi norma keadilan restoratif dalam revisi KUHAP.
Saat ini, kebijakan keadilan restoratif masih mengacu pada berbagai aturan internal masing-masing institusi penegak hukum, yang sering kali menimbulkan perbedaan persepsi dan ego sektoral.
Revisi KUHAP diperlukan agar terdapat regulasi yang lebih komprehensif dan seragam.
Penguatan Koordinasi dan Fungsi Aparat Penegak Hukum
Revisi KUHAP juga harus mencakup penguatan koordinasi antara aparat penegak hukum, serta mekanisme checks and balances yang lebih jelas guna menjamin implementasi keadilan restoratif berjalan sesuai dengan prinsip keadilan substantif.
Dr. Heri menegaskan bahwa diskusi ini merupakan bagian dari tanggung jawab akademik P3KHAM UNS dalam memastikan sistem peradilan pidana di Indonesia mampu mewujudkan keadilan dan kepastian hukum yang lebih baik.
FGD ini dihadiri oleh akademisi dari berbagai perguruan tinggi seperti FH UGM, FH UII, FH UNS, dan FH UMY, serta sejumlah hakim, jaksa, advokat, pemerhati hukum, dan mahasiswa dari DIY dan Jawa Tengah.
Dalam diskusi tersebut, Prof. Dr. Hari Purwadi, S.H., M.Hum., Guru Besar Hukum dan Pembangunan Sistem Peradilan FH UNS, menyoroti bahwa sistem penegakan hukum pidana di Indonesia masih berorientasi pada keadilan retributif yang lebih menitikberatkan pada pelaku kejahatan dan kurang mempertimbangkan perspektif korban serta masyarakat.
Selain itu, FGD juga membahas bagaimana praktik keadilan restoratif telah diakomodasi dalam berbagai peraturan perundang-undangan di Indonesia, termasuk dalam KUHAP, UU Kejaksaan, serta beberapa Peraturan Mahkamah Agung (Perma), seperti:
- Perma No. 2 Tahun 2012 tentang Penyesuaian Batasan Tindak Pidana Ringan dan Jumlah Denda dalam KUHP
- Perma No. 4 Tahun 2014 tentang Pedoman Pelaksanaan Diversi dalam Sistem Peradilan Pidana Anak.
- Perma No. 1 Tahun 2020 tentang Pedoman Pemidanaan Pasal 2 dan Pasal 3 UU Tipikor.
- Perma No. 1 Tahun 2024 tentang Pedoman Mengadili Perkara Pidana Berdasarkan Keadilan Restoratif.
Selain Mahkamah Agung, Kepolisian dan Kejaksaan juga telah mengeluarkan regulasi terkait keadilan restoratif.
Kejaksaan menerbitkan Peraturan Kejaksaan No. 15 Tahun 2020 tentang Penghentian Penuntutan Berdasarkan Keadilan Restoratif, sementara Polri mengeluarkan Peraturan Kapolri No. 8 Tahun 2021 yang mengatur penanganan tindak pidana berbasis keadilan restoratif.
Penulis : Miftahul Jannah
Editor : Supriadi Buraerah