Oleh: Andi Fajar Yulianto – Anggota Biro OKK DPP LDII & Direktur YLBH Fajar Trilaksana
GRESIK, INSERTRAKYAT.com, –
Momentum peringatan Hari Sumpah Pemuda ke-97 pada tahun 2025 ini menghadirkan ruang refleksi intelektual bagi generasi muda Indonesia. Dalam konteks sosial kontemporer, Sumpah Pemuda tidak lagi sekadar dimaknai sebagai peristiwa historis, melainkan sebagai konstruksi nilai kebangsaan yang menuntut aktualisasi melalui kesadaran ilmiah dan moral generasi penerus.
Saya menyimak pernyataan Menpora Erick Thohir menggarisbawahi bahwa Sumpah Pemuda harus menjadi fondasi etis bagi pembangunan karakter pemuda yang patriotik dan progresif. Nilai-nilai yang terkandung di dalamnya, seperti semangat persatuan, kebersamaan, dan tanggung jawab kolektif terhadap bangsa, merupakan energi moral yang tidak lekang oleh waktu.
Dalam perspektif sosiologis, Sumpah Pemuda tahun 1928 adalah manifestasi dari konsensus nasional awal yang melahirkan identitas keindonesiaan. Di era modern, substansi sumpah tersebut menuntut reinterpretasi ilmiah — bahwa persatuan bukan hanya simbol emosional, tetapi merupakan sistem nilai yang harus dikelola secara rasional dan berkelanjutan.
Tantangan globalisasi, kemajuan teknologi, dan disrupsi informasi telah mengubah orientasi sosial generasi muda. Ruang digital yang luas menghadirkan kebebasan sekaligus fragmentasi identitas. Oleh karena itu, pembinaan karakter luhur menjadi kebutuhan epistemologis — yakni proses penguatan nilai melalui ilmu pengetahuan dan etika kebangsaan.
Karakter luhur yang dimaksud mencakup dimensi spiritual, intelektual, dan sosial. Secara spiritual, pemuda dituntut memiliki kesadaran ketuhanan yang kuat sebagai sumber moralitas. Secara intelektual, mereka harus kritis, objektif, dan terbuka terhadap kemajuan ilmu. Sementara secara sosial, nilai empati, gotong royong, dan toleransi harus menjadi identitas budaya dalam menghadapi pluralitas bangsa.
Konsep persatuan dalam kerangka ilmiah tidak dapat dilepaskan dari prinsip kohesi sosial. Kohesi ini dibangun melalui interaksi antar kelompok yang berlandaskan nilai kesetaraan dan penghargaan terhadap perbedaan. Dengan demikian, semangat Bhinneka Tunggal Ika menjadi sistem sosial yang bersifat dinamis — menghubungkan keragaman menjadi kekuatan nasional.
Dalam konteks pendidikan karakter, nilai persatuan tidak cukup hanya diajarkan, tetapi perlu ditransformasikan melalui keteladanan, komunikasi sosial, dan praksis ilmiah. Pemuda harus memahami bahwa identitas bangsa tidak hanya dibentuk oleh sejarah, tetapi juga oleh kemampuan adaptasi terhadap perubahan zaman dengan tetap menjaga integritas nilai.
Persatuan bangsa, dalam kerangka pemikiran ilmiah, merupakan hasil dialektika antara pengetahuan, kesadaran moral, dan tanggung jawab sosial. Ia menuntut keseimbangan antara rasionalitas dan spiritualitas. Karena itu, membangun generasi muda yang berkarakter berarti membangun individu yang mampu berpikir kritis, namun tetap berpegang pada nilai etis kebangsaan.
Indonesia hari ini memerlukan generasi pemuda yang memiliki literasi kebangsaan yang kuat — memahami sejarahnya, menghargai keberagaman budayanya, serta berkomitmen terhadap cita-cita kemerdekaan. Nilai persatuan tidak lagi cukup dimaknai secara seremonial, tetapi harus diterjemahkan ke dalam aksi sosial, inovasi, dan kontribusi nyata terhadap bangsa.
Dalam konteks pembangunan berkelanjutan, semangat Sumpah Pemuda dapat dijadikan paradigma ilmiah bagi integrasi sosial dan ekonomi. Pemuda dengan karakter luhur akan mampu menjadi penggerak perubahan melalui kolaborasi lintas bidang ilmu, teknologi, dan budaya. Mereka menjadi aktor penting dalam mewujudkan masyarakat yang berkeadaban, berkeadilan, dan berdaya saing global.
Dengan demikian, nilai persatuan dalam Sumpah Pemuda harus dipahami sebagai entitas epistemik yang terus berkembang. Ia bukan hanya dogma moral, tetapi juga sistem berpikir yang menghubungkan dimensi pengetahuan, etika, dan kemanusiaan. Generasi muda perlu menempatkan persatuan sebagai prinsip intelektual yang membimbing tindakan, bukan sekadar slogan normatif.
Refleksi ke-97 tahun Sumpah Pemuda ini menegaskan bahwa masa depan bangsa akan bergantung pada sejauh mana pemuda mampu memadukan ilmu, moral, dan persatuan dalam satu kesadaran nasional. Nilai persatuan adalah energi sosial yang menciptakan keseimbangan antara individualitas dan kolektivitas; antara kebebasan berpikir dan tanggung jawab kebangsaan.
Maka, tugas utama pemuda adalah menjaga warisan sejarah, sekaligus mengembangkan konsep persatuan dengan bekal karakter luhur, semangat patriotik, serta kecerdasan moral.
Pemuda Indonesia mampu menjadikan persatuan sebagai dasar peradaban bangsa yang maju, inklusif, dan berdaulat. (Red).



































