JAKARTA, INSERTRAKYAT.com — Mahkamah Agung (MA) mulai mengimplementasikan Smart Majelis sebagai sistem berbasis kecerdasan buatan dalam pembentukan majelis hakim. Sistem ini diterapkan secara bertahap melalui proyek percontohan di 25 pengadilan tingkat pertama dari empat lingkungan peradilan.

Smart Majelis sebelumnya telah digunakan secara internal di Mahkamah Agung sejak tahun 2024. Namun, perluasan ke pengadilan tingkat pertama memerlukan uji coba menyeluruh, dengan menyesuaikan kebutuhan masing-masing jenis pengadilan.

Dikutip pada, Senin, 4 Agustus, Ketua Mahkamah Agung, Prof. Dr. Sunarto, S.H., M.H., dalam arahannya menekankan pentingnya percepatan transformasi digital.  Smart Majelis segera diterapkan di seluruh pengadilan tingkat pertama, sebagai bagian dari digitalisasi sistem peradilan yang transparan dan berbasis AI.

Penerapan Smart Majelis ditujukan untuk meningkatkan integritas dan akuntabilitas dalam proses penunjukan majelis hakim. MA menilai sistem ini dapat mencegah potensi subjektivitas, benturan kepentingan, serta memperkuat kepercayaan publik terhadap pengadilan.

Pilot project Smart Majelis menyasar pengadilan dengan klasifikasi beragam. Di lingkungan peradilan umum, pengadilan yang ditunjuk adalah PN Jakarta Pusat, PN Makassar, PN Yogyakarta, PN Kupang, PN Subang, dan PN Tanjung Pandan. Pengadilan-pengadilan ini dipilih untuk mewakili kelas IA Khusus hingga kelas II.

BACA JUGA :  Anak : Ampuni Ibu Kami Pak Hakim, Kisah Nyata Menggetarkan Nurani Jakarta Selatan

Pada peradilan agama, pilot project dilaksanakan di PA Jakarta Pusat, PA Praya, PA Cirebon, PA Magelang, serta tiga Mahkamah Syar’iyah: Banda Aceh, Lhokseumawe, dan Calang. Lingkungan ini dipilih untuk menguji kehandalan sistem dalam konteks perkara keagamaan dan syariah.

Untuk peradilan militer, Smart Majelis diuji di Dilmil II-08 Jakarta, Dilmil II-11 Yogyakarta, Dilmil III-13 Madiun, dan Dilmilti III Surabaya. Pengujian dilakukan pada Dilmil tipe A dan B serta Dilmilti sebagai pengadilan tingkat pertama.

Sementara itu, peradilan tata usaha negara yang ditunjuk adalah PTUN Jakarta, PTUN Bandung, PTUN Mataram, PTUN Gorontalo, dan PT.TUN Jakarta. MA memastikan seluruh pengadilan percontohan memiliki profil perkara, beban kerja, dan tingkat kerumitan yang berbeda-beda.

“Penunjukan ini dimaksudkan agar kami bisa menguji ketahanan sistem secara menyeluruh di berbagai level pengadilan,” jelas Kepala Biro Hukum dan Humas MA, yang ditugaskan sebagai koordinator pelaksanaan proyek ini.

Smart Majelis diintegrasikan dengan Sistem Informasi Penelusuran Perkara (SIPP) versi terbaru, yakni 6.0.0. Dalam sistem ini, algoritma membaca Surat Keputusan Ketua Pengadilan mengenai susunan majelis, lalu melakukan penyesuaian berdasarkan sejumlah bobot.

BACA JUGA :  Lembaga GISK Minta Kejaksaan Agung RI Periksa PN Bulukumba, Apa Yang Dicurigai?

Kriteria pembobotan dalam sistem Smart Majelis meliputi kepangkatan dan pengalaman hakim (khususnya di lingkungan militer), beban perkara, jenis perkara yang menarik perhatian publik, rasio penyelesaian perkara, pelaksanaan sidang keliling, potensi konflik kepentingan, kompetensi hakim, hingga perkara praperadilan dan perkara terkait.

Meski bersifat otomatis, Smart Majelis tidak serta-merta menggantikan peran Ketua Pengadilan. Sistem ini hanya menjadi alat bantu berbasis data dan algoritma untuk menyarankan komposisi majelis secara objektif dan transparan.

“Smart Majelis bukan alat untuk mengambil keputusan, tapi mendukung pengambilan keputusan berbasis pertimbangan yang terukur,” tegas Prof. Sunarto. Ia juga menambahkan bahwa sistem ini akan membantu efisiensi penanganan perkara di tengah tingginya beban pengadilan.

Selama masa uji coba, seluruh pengadilan yang tergabung dalam pilot project diwajibkan memberikan laporan perkembangan, kendala teknis, serta saran penyempurnaan aplikasi secara berkala. Evaluasi dilakukan oleh tim teknis MA yang ditugaskan untuk melakukan monitoring dan perbaikan sistem.

Kepala Biro Hukum dan Humas MA juga menambahkan bahwa pihaknya telah menyiapkan panduan teknis, pelatihan pengguna, serta forum diskusi bersama pengadilan pilot project agar penerapan sistem berjalan lancar. “Kami minta seluruh satuan kerja aktif memberi masukan, agar sistem ini matang sebelum diluncurkan nasional,” ujarnya.

BACA JUGA :  Mata Rakyat Menatap Perubahan: Seorang Wartawan Andi Saputra Kini Memegang Palu Keadilan, Resmi Jabat Hakim Ad Hoc Pengadilan Tipikor pada PN Jakpus

Mahkamah Agung menegaskan bahwa setelah uji coba rampung, dan seluruh perbaikan dilakukan berdasarkan masukan dari lapangan, maka Smart Majelis akan resmi diintegrasikan secara menyeluruh ke dalam SIPP pada seluruh pengadilan tingkat pertama. Dalam jangka panjang, sistem ini juga akan dikembangkan untuk diterapkan di pengadilan tingkat banding.

Implementasi Smart Majelis ini, lanjut Prof. Sunarto, harus dipahami sebagai bagian dari upaya mewujudkan visi Mahkamah Agung sebagai badan peradilan yang agung. “Kami ingin membangun sistem yang bersih, profesional, dan dipercaya publik, serta bebas dari intervensi,” ucapnya.

Mahkamah Agung juga membuka ruang partisipasi publik dan komunitas hukum dalam memberi tanggapan atas implementasi Smart Majelis. Dengan demikian, proses transformasi ini benar-benar melibatkan seluruh pemangku kepentingan peradilan.

Sistem ini diharapkan menjadi tonggak baru digitalisasi di sektor peradilan, sekaligus memperkuat prinsip meritokrasi dan transparansi dalam penugasan hakim di Indonesia.

“Kalau Smart Majelis berhasil diterapkan dengan baik, maka ke depan kita bisa menjawab tantangan reformasi peradilan dengan sistematis dan berbasis teknologi,” tutup Prof. Sunarto. (*)

Laporan: Syamsul|Editor: Bahtiar