JAKARTA, INSERTRAKYAT.com– Mahkamah Agung (MA) telah mengabulkan kasasi yang diajukan Jaksa Penuntut Umum (JPU) Kejaksaan Negeri Pandeglang terhadap terdakwa kasus perdagangan ilegal cula badak jawa, Liem Hoo Kwan Willy alias Willy. Putusan kasasi ini merupakan upaya perlindungan satwa liar, khususnya spesies langka dan endemik di Indonesia.
Dalam amar putusannya, Majelis Hakim MA yang dipimpin oleh Prof. Dr. Yanto, S.H., M.H. menyatakan Willy terbukti bersalah melakukan tindak pidana terkait perdagangan satwa yang dilindungi. Hakim menjatuhkan hukuman penjara selama satu tahun dan denda sebesar Rp 100 juta subsider tiga bulan kurungan. Willy dinyatakan melanggar Pasal 21 Ayat (2) huruf d Undang-Undang No. 5 Tahun 1990 tentang Konservasi Sumber Daya Alam Hayati dan Ekosistemnya.
Sebelumnya, dalam sidang tingkat pertama di Pengadilan Negeri Pandeglang, Willy dinyatakan bebas dengan alasan tidak cukup bukti. Namun, keputusan tersebut mendapat perhatian publik dan aktivis lingkungan karena dinilai tidak mencerminkan komitmen perlindungan terhadap satwa langka. Keputusan MA ini kemudian menjadi koreksi terhadap vonis tersebut.
Dalam wawancaranya, Prof. Yanto menyatakan bahwa perlindungan terhadap hewan endemik, seperti badak jawa, tidak semata-mata soal penerapan hukum positif, melainkan menyangkut tanggung jawab moral dan keberlanjutan ekosistem.
“Melestarikan badak jawa berarti menjaga keseimbangan ekologis yang sangat penting bagi kehidupan manusia. Putusan ini kami ambil tidak hanya berdasar fakta hukum, tapi juga atas pertimbangan filosofis dan etis,” ujar Prof. Yanto.
Badak jawa (Rhinoceros sondaicus) merupakan salah satu spesies paling langka di dunia. Populasinya kini diperkirakan hanya tersisa sekitar 80 ekor yang hidup di alam liar, khususnya di kawasan Taman Nasional Ujung Kulon, Banten. Perburuan dan perdagangan ilegal menjadi ancaman utama keberadaan spesies ini.
Direktur Konservasi Satwa dan Habitat Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK), dalam keterangannya menyebut, perdagangan bagian tubuh badak, terutama cula, masih marak terjadi dan melibatkan jaringan internasional.
“Kasus Willy menjadi contoh nyata bahwa ancaman terhadap satwa dilindungi bukan isapan jempol. Kami mengapresiasi MA yang telah mengambil langkah tegas,” ujarnya.
Sementara itu, aktivis konservasi dan Ketua Umum IMO-Indonesia, Yakub F. Ismail, menyebut bahwa keputusan MA ini menjadi preseden penting dalam penegakan hukum lingkungan di Indonesia.
“Putusan ini mengirimkan pesan kuat bahwa negara hadir melindungi warisan alamnya. Hakim tidak hanya bertugas menegakkan hukum, tapi juga menjadi penjaga nurani ekologis bangsa,” kata Yakub kepada Insertrakyat.com.Kamis (5/6/2025).
Yakub menambahkan, Hari Lingkungan Hidup Sedunia yang jatuh pada awal Juni ini menjadi momentum tepat untuk merefleksikan kembali komitmen negara dalam menjaga kekayaan biodiversitas.
Sebagai negara yang termasuk dalam kategori megadiverse country, Indonesia memiliki tanggung jawab besar terhadap kelestarian satwa dan ekosistem. Letak geografis yang strategis, ditambah keberagaman ekosistem dari hutan hujan hingga pegunungan tropis, menjadikan Indonesia rumah bagi banyak spesies unik yang tidak ditemukan di tempat lain.
Namun, kemajuan dalam konservasi tidak akan berarti tanpa penegakan hukum yang tegas terhadap para pelaku kejahatan lingkungan.
Kendati demikian sidang tersebut berlangsung pada 28 April 2025.