KENDARI – Konsorsium Aktivis Mahasiswa Pemuda dan Ormas Sulawesi Tenggara (KOMPAS Sultra) kembali turun ke jalan.
Mereka menggelar aksi unjuk rasa jilid II di depan Kantor Kejaksaan Tinggi Sultra.
Kali ini, mereka menyoroti dugaan penyimpangan proyek penguatan tebing Sungai Potoro, Konawe Selatan.

Selain itu, Kepala BPBD Konawe Selatan berinisial IP, resmi dilaporkan oleh KOMPAS Sultra ke Kejati.
Bersama IP, turut disebut pihak lain yang diduga terlibat dalam skema penyimpangan anggaran.
Dugaan ini berkaitan dengan proyek bernilai miliaran rupiah, bersumber dari dana publik tersebut.
Kualitas proyek disebut sangat buruk dan diduga tidak sesuai spesifikasi teknis pelaksanaan kontrak.
Beberapa bagian bangunan disebut tak layak, bahkan dianggap membahayakan masyarakat sekitar.
Selain itu, muncul dugaan adanya kedekatan personal antara pelaksana proyek dan oknum APH.
Dugaan ini mencuat setelah hasil investigasi lapangan KOMPAS menemukan berbagai kejanggalan.
Volume pekerjaan tidak sesuai kontrak, mutu bangunan rendah, dan pengawasan nyaris nihil.
Tak hanya proyeknya, aroma gratifikasi juga mencuat sebagai “imbalan diam” kepada oknum tertentu.
KOMPAS Sultra menyebut proyek ini diduga jadi alat sogokan untuk membungkam pengawasan hukum.
Jika terbukti, hal ini disebut mencederai integritas hukum dan mempermalukan institusi penegak hukum.
Mantan Kepala BPBD, Asrudin, saat dikonfirmasi, memilih diam dan hanya memberi jawaban normatif.
Sikap bungkam itu dinilai KOMPAS sebagai bentuk penghindaran dari tanggung jawab publik.
Atas dasar itu, KOMPAS menyampaikan lima pernyataan sikap terbuka untuk disimak publik.
Pertama, mereka mendesak Kejati Sultra segera memanggil Kepala BPBD Konsel, IP, secara resmi.
Mereka juga meminta pemeriksaan menyeluruh terhadap seluruh pihak yang terlibat dalam proyek.
Kedua, mereka menilai proyek Potoro ini dikerjakan secara asal, jauh dari standar teknis layak.
Ketiga, KOMPAS mengecam dugaan keterlibatan oknum APH melalui relasi personal atau jabatan tertentu.
Keterlibatan itu, kata mereka, merusak integritas hukum dan melemahkan semangat anti korupsi daerah.
Keempat, mereka menolak seluruh pembelaan normatif yang mengabaikan substansi dugaan penyimpangan.
Kelima, KOMPAS mendesak penegakan hukum dilakukan adil, transparan, dan tidak pandang bulu.
Menurut mereka, publik berhak tahu, uang negara bukan alat transaksi untuk membungkam pengawasan.
Mereka menekankan, hukum harus berdiri untuk keadilan, bukan tunduk pada kekuasaan politik lokal.
Pihak Kejati Sultra merespons positif laporan yang disampaikan aktivis KOMPAS tersebut.
Kasi Penkum Kejati Sultra, Ruslin, menyatakan akan menindaklanjuti laporan sesuai prosedur hukum.
Ruslin mengaku terkejut mendengar dugaan keterlibatan oknum dari lembaganya dalam proyek itu.
Ia menyarankan KOMPAS segera melengkapi laporan resmi dengan bukti lapangan yang bisa diverifikasi.
Isu ini menjadi semakin sensitif karena IP disebut-sebut sebagai calon kuat Sekda Konsel.
KOMPAS meminta Bupati Konsel tidak meloloskan pejabat yang tengah diadukan dalam seleksi terbuka.
Menurut mereka, ASN tidak boleh dikotori oleh aktor-aktor yang berpotensi merusak reformasi birokrasi.
Hingga berita ini disiarkan pada Kamis, (15/5/2025), IP belum memberikan pernyataan resmi atau pun hak jawab apa pun terkait tudingan dan laporan KOMPAK ke kejati yang dilaporkan pada, Rabu, (14/5) tersebut.

Sebelumnya diberitakan InsertRakyat.com pada 11 Mei. Andri menyebut Proyek tersebut sedang diaudit Badan Pemeriksa keuangan (BPK) Perwakilan Sultra.
Proyek senilai Rp2 miliar dari Dana Alokasi Umum (DAU) Badan Penanggulangan Bencana Daerah (BPBD) Tahun 2024 itu mulanya banyak pihak yang menilai bermasalah.
KOMPAS aktif ke lokasi melakukan pemantauan. Ia menilai proyek tersebut sarat polemik.
Sejumlah tiang pancang disebut tidak dipasang, struktur proyek nyaris roboh, dan terancam hanyut bila debit sungai naik saat musim hujan.
“Proyek yang seharusnya melindungi warga kini justru berpotensi membahayakan,” Kata Andri Togala, Internal KOMPAS kepada Insertrakyat.com, (11/5).
Andri menyebut diduga ada dua pejabat terlibat sebagai pengelola anggaran. Mereka (Pejabat,-red) masing – masing ialah Asrudin dan Iksan Porosi.
Namun, keduanya, kata Andri, saling lempar tanggung jawab. “Saling lempar tanggung jawab,” bebernya.
Andri megatakan, sejak awal Koalisi Mahasiswa, Pemuda, dan Ormas (KOMPAS) Sultra, memang aktif dan ikut mengawal kegiatan proyek tersebut.
Diri lantas menyayangkan hasil dari realisasi anggaran 2 Miliar itu. Bahkan kata dia, banyak masyarakat yang sudah berpikiran aneh – aneh terkait dengan pengelolaan anggaran negara tersebut.
Namun, Andri menegaskan bahwa belum ada Masyarakat yang sampai berani menyebut “ada Korupsi Besar”.
“Tidak ada yang memvonis tetapi, berharap proyek negara memberikan manfaat jangka panjang bagi masyarakat,”tegas Andri.
Belum berhenti sampai disitu, Andri juga menanggapi terkait desas – desus “proyek sedang diaudit BPK”. Ia berharap agar BPK tetap profesional.
“Proyek Rp2 miliar tapi hasilnya seperti proyek kelas tiga. Kalau sampai BPK tidak temukan pelanggaran, kita patut curiga integritas auditnya,” imbuh Andri Togala, Kepala Divisi Informasi dan Data KOMPAS Sultra.
Lebih panas lagi, KOMPAS menyebut proyek ini diduga titipan oknum aparat penegak hukum (APH).
Ia menguraikan dugaan kuat. Menurutnya pengelola proyek punya hubungan dekat bahkan kerabat dari oknum APH, yang kini disebut-sebut sebagai beking utama.
Hanya saja Andri tidak secara terang-terangan membuka tabir itu. Namun ia mengaku telah memperoleh informasi terkait hal tersebut.
“Kalau ini benar, maka ini bukan hanya soal mutu proyek (gagal), tapi pembusukan sistemik. Penegak hukum kok malah main proyek?” kritik Andri.
Munculnya momok ini, sehingga KOMPAS dengan tegas mendesak Bupati Konsel, Irham Kalenggo, agar tidak melantik pejabat yang terseret dalam bias proyek tersebut.
“Kalau pejabat bermasalah masih juga dilantik, kami curiga ada balas jasa politik. Ini bahaya untuk masa depan birokrasi bersih,” tambahnya.
KOMPAS Sultra juga menyerukan aparat hukum agar segera turun tangan menyelidiki proyek ini.
Kendati demikian, sebelumnya, saat dimintai konfirmasi, mantan Kepala BPBD Konsel Asrudin hanya memberikan jawaban normatif.
Ia menyebut proyek tersebut masih dalam proses “audit BPK”. Namun, saat ditanya soal isu kedekatan dengan oknum APH, ia memilih bungkam. (Sup/AIF)