Kolaka Utara, InsertRakyat.com – Federasi Rakyat Indonesia (FRI) menyatakan keprihatinan mendalam atas potensi kerusakan lingkungan di Kecamatan Batu Putih, Kabupaten Kolaka Utara. Ketua Umum FRI, Faskal, akrab disapa Sulla, menilai bahwa aktivitas pertambangan nikel yang semakin massif di wilayah tersebut justru menjadi ancaman baru bagi keberlanjutan ekosistem dan masa depan masyarakat lokal.

Menurut Sulla, kondisi ini berbanding terbalik dengan semangat global dalam menekan emisi karbon dan beralih ke energi terbarukan. Ia menilai bahwa alih-alih menghadirkan kemakmuran, kegiatan eksploitasi justru memperparah kerusakan ekologi.

BACA JUGA :  TPA Benowo Menjadi Contoh Pengelolaan Sampah Secara Nasional

“Alih-alih membawa kesejahteraan, aktivitas pertambangan di Batu Putih justru menjadi sumber persoalan baru, khususnya kerusakan lingkungan yang kian tak terbendung,” kata dia kepada Insertrakyat.com, Kamis petang, (15/5).

Melalui hasil pemantauan dan investigasi yang dilakukan tim FRI, ditemukan indikasi pencemaran limbah tambang baik di daratan maupun kawasan pesisir. Salah satu temuan mengkhawatirkan ialah merembesnya limbah tambang hingga ke jalan Trans Sulawesi dan lingkungan permukiman warga, yang diduga kuat berasal dari kegiatan operasional PT. Kasmar Tiar Raya.

BACA JUGA :  Sungai Singingi Diduga Tercemar Limbah Sawit Pabrik PT SIM, Polisi dan DLHK Selidiki

Lebih lanjut, FRI juga mencatat adanya dampak dugaan pencemaran lingkungan yang menjalar hingga perairan pesisir Desa Lelewawo. Limbah dari aktivitas tambang yang disebut-sebut milik PT. Tambang Mineral Maju (TMM) telah mengganggu kehidupan nelayan setempat, sekaligus memicu kekhawatiran terhadap keberlangsungan ekonomi lokal.

“Jika kondisi ini dibiarkan, maka ini bukan hanya kesalahan hari ini, melainkan akan menjadi dosa besar bagi masa depan,” tegas Sulla. “Kami mengajak seluruh pemuda, mahasiswa, dan warga Batu Putih untuk bersatu dan bersuara,”bebernya

BACA JUGA :  Melihat Gubernur ASR Serukan Lahirnya Generasi Qur’ani Unggul dan Religius
FRI juga menyinggung lemahnya fungsi pengawasan dari pemerintah daerah maupun provinsi terhadap aktivitas industri tambang di wilayah tersebut. Sulla menegaskan bahwa dampak ekologis yang ditanggung masyarakat bukan hanya bersifat jangka pendek, melainkan dapat berimbas secara turun-temurun.

Sebagai langkah strategis, FRI kini tengah membangun komunikasi dengan sejumlah organisasi lingkungan dan LSM untuk mendorong pembentukan koalisi advokasi. Koalisi ini ditujukan untuk menuntut akuntabilitas pemerintah pusat, serta membuka ruang evaluasi menyeluruh terhadap legalitas dan pengawasan pertambangan di Batu Putih.

Tim Insert Rakyat terus berupaya melakukan konfirmasi kepada pihak terkait. Meskipun demikian, Gubernur Sulawesi Tenggara, Andi Sumagarukka (ASR) telah lebih dulu dikonfirmasi melalui sambungan daring, terkait persoalan tersebut, namun orang nomor satu di Sultra itu belum minat memberikan tanggapan.