INSERTRAKYAT.com, Jakarta,– Ketua Mahkamah Agung Republik Indonesia, Prof. Dr. H. Sunarto, S.H., M.H., menghadiri kegiatan peluncuran Pos Bantuan Hukum (Posbakum) Desa/Kelurahan dan Portal Informasi Bantuan Hukum, sekaligus membuka Pelatihan Paralegal Serentak 2025 dan Pelatihan Juru Damai (Peacemaker Training) bagi kepala desa dan lurah. Kegiatan ini berlangsung di Graha Pengayoman, Kementerian Hukum dan HAM, Jakarta, Kamis (5/6).
Acara yang diselenggarakan oleh Badan Pembinaan Hukum Nasional (BPHN) ini bertujuan memperluas akses terhadap keadilan, khususnya bagi masyarakat di tingkat desa dan kelurahan. Saat ini, terdapat 1.764 Posbakum Desa/Kelurahan yang beroperasi sebagai layanan bantuan hukum berbasis komunitas. Posbakum ini memberikan konsultasi, pendampingan, serta memfasilitasi penyelesaian sengketa melalui mediasi.
Untuk meningkatkan kualitas layanan, pemerintah meluncurkan pelatihan bagi paralegal dan pelatihan juru damai bagi kepala desa/lurah. Ketua Mahkamah Agung menilai langkah ini sebagai strategi progresif dalam memperkuat mekanisme penyelesaian sengketa nonlitigasi.
ADVERTISEMENT

SCROLL TO RESUME CONTENT
“Upaya ini bukan hanya mendekatkan keadilan kepada masyarakat, tetapi juga membentuk masyarakat yang sadar dan mandiri secara hukum,” ujar Ketua MA dalam sambutannya.
Ia menegaskan, penguatan mediasi berbasis komunitas sejalan dengan semangat reformasi peradilan yang menekankan penyelesaian perkara secara cepat, sederhana, dan berbiaya ringan. Di tengah tingginya beban perkara yang ditangani peradilan, pendekatan nonlitigasi menjadi solusi yang relevan dan kontekstual.
“Pada 2024, Mahkamah Agung dan badan peradilan di bawahnya menangani jutaan perkara dari berbagai tingkat. Inisiatif seperti ini membantu meringankan beban lembaga peradilan sekaligus menghidupkan nilai-nilai kearifan lokal,” imbuhnya.
Menurutnya, pelatihan juru damai sangat tepat menyasar kepala desa dan lurah, yang memiliki kedekatan langsung dengan masyarakat. Posisi mereka strategis dalam mendeteksi dini potensi konflik dan menyelesaikannya secara damai sebelum memasuki jalur hukum.
Ketua MA juga menekankan bahwa hasil mediasi lebih menjanjikan kebermanfaatan karena berdasarkan kesepakatan sukarela para pihak. Hal ini berbeda dengan putusan pengadilan yang kerap menyisakan konflik baru dan merusak relasi sosial.
“Litigasi acapkali membuat satu pihak merasa ‘menang jadi arang, kalah jadi abu’. Maka mediasi adalah jalan tengah yang adil dan bermartabat,” ujarnya.
Kegiatan ini juga dinilai sebagai bentuk sinergi efektif antara Kementerian Hukum dan HAM dengan berbagai pemangku kepentingan, termasuk pemerintah daerah dan organisasi bantuan hukum.
Ketua MA menutup sambutannya dengan harapan agar pelatihan ini menghasilkan sumber daya manusia yang kompeten dalam mendampingi masyarakat dan menyelesaikan sengketa secara bijak.
“Selamat mengikuti Pelatihan Paralegal Serentak 2025 dan Pelatihan Juru Damai. Semoga kegiatan ini mencetak paralegal dan mediator andal yang menjadi garda terdepan keadilan sosial,” pungkasnya.
Berkontribusi dalam artikel ini adalah Andy Narto Siltor.
Editor : Supriadi Buraerah Insan Forum Silaturahmi Media Mahkamah Agung Republik Indonesia (FORSIMEMA RI).