Bulukumba, InsertRakyat.com –
Rakyat Merdeka di Negara Merah Putih bersama Lembaga Gerakan Intelektual Satu Komando (GISK) kembali menggelar aksi unjuk rasa di depan Kantor Pengadilan Negeri (PN) Bulukumba, Rabu 25 Juni 2025. Mereka menuntut Ketua PN Bulukumba segera melakukan konstatering terhadap objek perkara di Dusun Tanetang, Desa Bira, Kecamatan Bontobahari, Kabupaten Bulukumba.
Aksi ini merupakan kelanjutan dari polemik pelaksanaan putusan perkara Nomor 31/Pdt.G/2021/PN.BlK, yang telah berkekuatan hukum tetap melalui putusan kasasi dan peninjauan kembali di Mahkamah Agung RI.
Dalam pernyataannya, Ketua Umum GISK menegaskan bahwa terdapat ketidaksesuaian antara amar putusan dan kondisi lapangan, baik dari segi luas maupun batas-batas lokasi objek.
“Jika yang kami sampaikan tidak benar, kami siap dipenggal di lapangan. Tapi jika benar, kami minta penggugat diberi sanksi tegas karena diduga melanggar Pasal 242 KUHP tentang pemberian keterangan palsu di hadapan majelis hakim,” tegasnya.
Menurut GISK, tindakan itu penting demi menjunjung tinggi nilai keadilan, transparansi, dan objektivitas proses peradilan. Ketua Umum GISK bahkan menyebut bahwa penegakan hukum harus tetap berada di bawah naungan Ketuhanan Yang Maha Esa sebagai nilai dasar konstitusional.
GISK menilai objek perkara yang disengketakan merupakan milik sah Ibu Hj. Malawati, dibuktikan melalui Sertifikat Hak Milik Nomor 00654/Bira dan surat ukur Nomor 0066/2008 tertanggal 19 Maret 2008 dengan luas 661 meter persegi. Luasan itu juga diperkuat SPPT sekitar 1.600 meter persegi.
Riyal, juru bicara GISK, menyatakan bahwa dokumen kepemilikan ini resmi diakui negara. Oleh karena itu, PN Bulukumba wajib melakukan konstatering untuk mencocokkan objek lapangan dengan isi amar putusan sebelum tahapan eksekusi dilanjutkan.
GISK menegaskan, setiap pelaksanaan eksekusi harus diawali konstatering. Tanpa itu, pelaksanaan bisa berpotensi melanggar hukum dan tidak mencerminkan prinsip keadilan.
“Kami akan terus mendesak agar proses konstatering dijalankan. Ini demi keadilan masyarakat, demi menjaga marwah lembaga pengadilan, bukan sekadar menjalankan teks putusan tanpa memastikan kebenaran objek,” ujar Ketua Umum GISK dalam orasinya.
Aksi ini merupakan jilid dua dari rangkaian protes yang dilakukan GISK atas pelaksanaan perkara tersebut. Mereka menyampaikan bahwa aksi akan terus digelar jika tidak ada sikap konkret dari Ketua PN Bulukumba untuk turun langsung melakukan verifikasi objek.
GISK juga menyerukan agar pengawasan dari Mahkamah Agung atau Pengadilan Tinggi ditingkatkan terhadap kinerja PN Bulukumba. Menurut mereka, lembaga pengadilan harus berdiri di pihak korban kejahatan dan tidak membiarkan praktik ketidakadilan berlangsung atas nama putusan.
“Kami ingin pastikan bahwa semua pejabat negara, termasuk hakim, tunduk pada hukum dan konstitusi. Jangan ada pelaksanaan putusan yang justru menginjak-injak rasa keadilan masyarakat,” lanjut Ketua Umum GISK.
Menurut GISK, jika objek sengketa tidak sesuai dengan isi amar, maka eksekusi tersebut tidak hanya cacat formil, tetapi juga bisa menimbulkan konflik horizontal di masyarakat.
Lebih jauh, GISK meminta Mahkamah Agung mengevaluasi kinerja Ketua PN Bulukumba. Jika tetap mengabaikan permintaan konstatering dan tidak mencocokkan objek dengan amar putusan, maka mereka mendesak agar Ketua PN Bulukumba segera dicopot dari jabatannya.
“Kami tidak ingin institusi pengadilan menjadi alat ketidakadilan. Bila perlu, kami akan ajukan laporan ke Komisi Yudisial dan Mahkamah Agung agar kinerja Ketua PN Bulukumba ditinjau ulang, tolong ketua MA prof Sunarto Copot Kepala PN Bulukumba” tegas Riyal.
GISK berharap ke depannya, setiap tahapan peradilan, terutama pada tingkat eksekusi, mengedepankan substansi keadilan, bukan sekadar prosedur. Sebab, keadilan tidak hanya diukur dari putusan tertulis, tetapi dari kesesuaian putusan dengan fakta nyata di lapangan.
Mereka juga meminta penggugat dalam perkara ini diperiksa secara pidana jika terbukti memberikan keterangan tidak benar yang memengaruhi isi putusan pengadilan. Kendati demikian pihak Pengadaan sulit untuk dikonfirmasi.
Penulis : Supriadi Buraerah Anggota Forum Silaturahmi Media Mahkamah Agung (FORSIMEMA RI).
- aksi damai
- Bulukumba
- Copot Kepala PN Bulukumba
- Desa Bira
- dugaan keterangan palsu
- eksekusi lahan
- GISK
- hukum perdata
- Keadilan Hukum
- keadilan sosial
- Ketua PN Bulukumba
- konflik agraria
- Konstatering
- Mahkamah Agung
- masyarakat hukum
- Pasal 242 KUHP
- pelanggaran hukum
- pengadilan negeri
- putusan pengadilan
- sertifikat tanah
- Tanetang