Kepala Kejaksaan Negeri Kolaka, Indawan Kuswadi SH MH Memimpin Konfrensi Pers, tiga tersangka dihadirkan. Kamis , (10/7/2025) Sumber Foto; Kajari.
INSERT RAKYAT, KOLTIM – Sebelum memasuki informasi penetapan tiga tersangka kasus dugaan korupsi pengadaan bibit kopi, Kamis (10/7/2025), redaksi mengajak publik mencermati kembali satu jejak proyek yang diduga sarat penyimpangan.
Pembangunan embung di Desa Solewatu, Kecamatan Tinondo, menggunakan Dana Desa tahun 2018 senilai Rp510.560.000, telah ambruk sejak Mei 2019 dan kini tidak berfungsi.
Bangunan berukuran 22×15 meter dengan menggunakan material pasir, batu yang bersumber dari tambang ilegal serta semen, dan besi, itu dibangun pemerintah desa dengan anggaran setengah miliar rupiah.
Belum sempat difungsikan optimal, kata warga, karena dibangun saat musim kemarau 2018. Embung mulai terisi air pada awal 2019 dan rusak berat hanya lima bulan pasca peresmian. Dinding retak dan roboh. Embung gagal menampung air sesuai fungsinya. Kini, lokasi disebut jadi sarang belalang dan tikus.

Tak heran, dugaan adanya penyimpangan proyek menguat di masyarakat. Saat proyek berlangsung, jabatan kepala desa dijabat PJ Kades Bastian, S.Pd., M.Pd., yang juga merangkap Camat Tinondo saat itu. Dugaan konflik kepentingan pun mencuat, diperparah lemahnya pengawasan BPD.
“Semua kekuasaan saat itu di satu tangan. Tidak ada kontrol. BPD diam. TPK hanya pelengkap. Proyek cepat selesai, tapi hasilnya hancur,” ujar MR yang diwawancarai baru-baru ini.
Sumber lain mengungkap lemahnya pengawasan teknis. Laporan pertanggungjawaban diduga hanya formalitas. “Bangunan kecil, anggarannya setengah miliar. Administrasinya pasti kacau,” ujar mantan pejabat publik, ahli di bidang desa.
Di Dusun I, warga menyebut ada embung lain yang kini beralih fungsi jadi kolam ikan pribadi. Meski dibangun dari dana desa, lokasi kini dikuasai individu tanpa dasar hukum. Fasilitas mesin embung juga tidak diketahui keberadaannya. “Mesinnya tidak tahu ke mana disembunyikan,” kata sumber yang juga merupakan bagian dari Afilasi pemdes di Kolaka Timur.
“Kejaksaan Kolaka sudah beberapa kali tangani sejak 2019. Tapi belum jelas kelanjutannya,” tutupnya.
Kejari Kolaka Tetapkan Tiga Tersangka
Kini, Kejaksaan Negeri Kolaka menahan tiga tersangka dalam kasus korupsi pengadaan bibit kopi tahun anggaran 2022. Negara dirugikan sebesar Rp626 juta akibat proyek yang diduga fiktif dan penuh penyimpangan. Estimasi kerugian negara itu berdasarkan hasil perhitungan audit BPK.
“Ketiga tersangka berinisial KM, HN, dan LP.Mereka ditahan selama 20 hari ke depan, terhitung sejak Kamis, 10 Juli 2025,” ungkap Kepala Kejaksaan Negeri Kolaka, Indawan Kuswadi SH MH dalam konferensi pers. Kamis, (10/7/) siang hari.
Mereka terlibat dalam proyek pengadaan bibit kopi robusta di Kabupaten Kolaka Timur yang tidak sesuai prosedur. Proyek ini mengakibatkan kerugian negara senilai Rp626 juta.
Kasus bermula dari proyek pengadaan bibit kopi yang dibiayai anggaran daerah untuk pemberdayaan petani. Namun bibit yang disalurkan tidak sesuai spesifikasi, kuantitas tidak terpenuhi, dan laporan realisasi diduga manipulatif.
Audit kerugian negara mengungkap dugaan mark-up harga dan rekayasa dokumen pertanggungjawaban.
Kejaksaan menyatakan, “Ada perbuatan melawan hukum secara bersama-sama hingga menyebabkan kerugian keuangan negara.”
Barang bukti telah disita penyidik, termasuk dokumen kontrak, laporan pengadaan, dan hasil audit kerugian negara.
Para tersangka dijerat Pasal 2 ayat (1) dan Pasal 3 UU No. 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi.
Ancaman hukumannya penjara 4–20 tahun, dan denda Rp200 juta–Rp1 miliar.
Kasi Intelijen Kejari Kolaka, Bustanil Arifin, S.H., M.H., menyatakan penahanan dilakukan setelah penyelidikan dan penyidikan matang.
Kejari Kolaka, lanjut kata dia, berkomitmen membawa kasus ini ke pengadilan dan menjamin proses hukum transparan serta akuntabel.
Penahanan tiga tersangka menjadi perhatian masyarakat Koltim. Masyarakat berharap proses hukum tidak hanya menyasar pelaksana teknis, tetapi juga aktor intelektualnya.
“Kalau hanya tangkap pelaksana lapangan, hukum terkesan setengah hati,” ujar Wahyu, Kamis malam (10/7/2025).
Sebelumnya, Insertrakyat.com melaporkan dengan judul: “Kejari Kolaka Klaim Penetapan Tersangka Pengadaan Bibit Kopi dan Jembatan Lere Jaya Tertahan di Meja Audit BPKP Sultra,” pada Kamis (17/5/2025).
Dua perkara besar di Koltim, yakni pengadaan bibit kopi 2022 dan proyek Jembatan Lere Jaya, sempat terkesan mandek karena belum rampungnya laporan audit dari BPKP Sultra.
Kasi Intelijen Kejari Kolaka, Bustanil Arifin, mewakili Kajari Hj. Herlina Rauf, S.H., M.H., menyatakan seluruh proses penyidikan telah rampung. Kejaksaan menunggu hasil audit BPKP.
“Kami tinggal menunggu angka kerugian negara dari BPKP. Belum ada laporan yang kami terima,” kata Bustanil, Rabu (16/4/2025). Ia menegaskan, tanpa hasil audit BPKP, penetapan tersangka belum sah. Kendati demikian Penetapan tersangka telah dilakukan hari ini dengan tiga tersangka dalam kasus pengadaan kopi tersebut.
Diketahui, proyek bibit kopi digelar Dinas Perkebunan dan Hortikultura Koltim tahun 2022. Sedangkan proyek Jembatan Lere Jaya berada di bawah Dinas PU-PR Koltim. Senada dengan bangkai Proyek embung Desa Solewatu dibawah pengawasan Pemkab Koltim, Inspektorat dan Institusi publik lainnya.
(Ruslan/Ibhar/Insertrakyat.com)