KEJAKSAAN Negeri (Kejari) Sinjai melalui Tim Penyidik Tindak Pidana Khusus (Pidsus) saat ini sedang menangani Kasus dugaan korupsi pada pengelolaan proyek Sistem Penyediaan Air Minum (SPAM) Perusahaan Daerah Air Minum (PDAM) Tirta Sinjai Bersatu, yang bersumber dari dana hibah tahun 2019, 2020 dan 2023 dengan total nilai kurang lebih Rp22 Miliar rupiah.

Secara terinci mulai Pembangunan Jaringan Perpipaan SPAM TA 2019 Nilai proyek, Rp10.042.830.000,-

Pembangunan Jaringan Perpipaan SPAM TA 2020, Nilai proyek, Rp9.622.914.316,-

Penggunaan Dana Hibah TA 2023 kepada BUMD PDAM Tirta Sinjai Bersatu
Nilai dana hibah: Rp2.300.000.000,-

Terdapat puluhan saksi telah diperiksa penyidik, terhitung sejak kasus dalam penyelidikan hingga penyidikan. Mereka yang diperiksa meliputi Tim Anggaran Pemerintah Daerah (TAPD) yang berkaitan dengan proses hibah ini.

Selain TPAD, penyidik juga telah melakukan pemeriksaan terhadap Dewan Pengawas PDAM dan sejumlah pejabat Kantor Dinas PU-PR serta pihak swasta.

Kejari menegaskan bahwa, pemeriksaan terhadap saksi dilakukan untuk memperkuat pembuktian dalam perkara dimaksud.

“Untuk jumlah saksi perkara Ini, sekitar 25 orang telah diperiksa penyidik,” ungkap Kepala Kejaksaan Negeri (Kajari) Sinjai, Mohammad Ridwan Bugis, S.H.,M.H., saat dikonfirmasi melalui Kepala Seksi Tindak Pidana Khusus (Pidsus), Kapsul Tomi Aprianto, S.H.,M.H, Rabu, (26/11/2025). Tomi tidak merinci saksi – saksi tersebut.

Sebelumnya pada 11 November, Kapsul Tomi Aprianto memimpin penggeledahan pada Empat Kantor OPD terkait dengan kasus tersebut.

Kantor yang digeledah masing-masing adalah Kantor Badan Perencanaan Pembangunan Daerah (Bappeda), Kantor PDAM, Dinas PU-PR serta Kantor BKAD atau Badan Keuangan dan Aset Daerah.

Adapun diketahui kasus naik tahap penyidikan terhitung sejak akhir September 2025.

Berdasarkan hasil ekspose, tim penyidik pidsus menemukan dugaan perbuatan melawan hukum dalam proses perencanaan, penggunaan dana hibah, hingga pelaksanaan proyek pembangunan jaringan perpipaan SPAM pada tiga tahun anggaran tersebut.

Dasar hukum yang digunakan merujuk pada Pasal 2 ayat (1), Pasal 3, dan Pasal 18 ayat (1) huruf b UU No.31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi, sebagaimana diubah dengan UU No.20 Tahun 2001, juncto Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP. (*/S).