SINJAI, INSERTRAKYAT.com –
Pembangunan Pasar Rakyat di Dusun Maccini, Desa Bonto Tengnga, Kecamatan Sinjai Borong, Kabupaten Sinjai, Sulawesi Selatan, senilai kurang lebih Rp3,5 miliar dari APBN tahun 2019 kini menjadi sorotan publik.
Pasalnya, sejak rampung dibangun, bangunan tersebut hanya sempat dua kali digunakan. Kini, pasar tersebut terbengkalai dalam kondisi rusak dan tak difungsikan.
Sejumlah sumber menyebut, aktivitas jual beli tetap berlangsung, tapi bukan di lokasi pasar. Para pedagang lebih memilih berjualan di pertigaan poros jalan Kassi Buleng menuju Batu Bulerang.
“Cuma dua kali digunakan. Sekarang kosong. Rumput tumbuh di mana-mana,” ungkap salah seorang sumber yang ditemui tak jauh dari lokasi pasar, Senin (4/8/2025).
Pantauan langsung di lapangan, bangunan pasar tampak tak terurus. Rumput liar setinggi paha manusia memenuhi area sekeliling bangunan. Beberapa bagian lantai pasar mengalami kerusakan. Kramik mengelupas. Dinding bangunan mulai terkelupas. Meja penjual ikan bahkan sudah dipenuhi rerumputan.
Selain pasar, terdapat satu unit bangunan pengolahan sampah yang juga tidak difungsikan. Dua fasilitas tersebut kini menjadi beban, bukan aset desa.
Ironisnya, proyek tersebut menelan anggaran besar dari dana pusat. Namun keberadaannya tak berdampak pada peningkatan Pendapatan Asli Daerah (PAD) maupun ekonomi masyarakat.
“Kami hanya berharap, ke depan bisa diberi izin agar koperasi desa bisa manfaatkan,” ujar Kepala Desa Bonto Tengnga, Bahtiar, saat dihubungi melalui pesan WhatsApp, pukul 19.17 WITA, Senin malam.
Namun hingga berita ini ditayangkan, belum ada klarifikasi dari pihak dinas terkait, baik dari Dinas Perdagangan, Dinas Koperasi dan UKM, maupun aparat penegak hukum.
Kondisi ini menimbulkan pertanyaan tajam dari publik. Kemana fungsi pengawasan dan pertanggungjawaban hukum dari pihak kejaksaan dan inspektorat?
Sorotan untuk Kinerja Intelijen Kejari Sinjai
Lambannya reaksi aparat penegak hukum, khususnya Bidang Intelijen Kejaksaan Negeri (Kejari) Sinjai, turut disorot. Ibrahim panggilan akrab seorang aktivis Mahasiswa menyebut Kejari seperti tutup mata.
“Ini bangunan Rp3,5 miliar dari APBN. Tapi mangkrak, rusak, tidak ada pemanfaatan. Kejari Sinjai mana matamu?” sindir Ibrahim.
Menurutnya, proyek infrastruktur publik yang tak difungsikan semestinya menjadi prioritas pemeriksaan kejaksaan. Apalagi menyangkut potensi kerugian negara dan kerusakan barang milik daerah.
Pasar rakyat sejatinya dirancang sebagai salah satu penggerak ekonomi dan sumber PAD. Namun di Desa Bonto Tengnga, potensi tersebut lenyap tanpa peran aktif pemerintah dan pengawasan hukum.
“Selama bertahun-tahun, slogan PAD digembor-gemborkan, tapi kenyataan seperti ini,” beber Ibrahim.
Dirinya berharap Pemkab Sinjai dan instansi terkait segera turun tangan. Pasar rakyat dan bangunan pengolahan sampah jangan dibiarkan menjadi monumen kegagalan pengelolaan anggaran.
Tindak lanjut dari Pemkab, DPRD, hingga Kejari Sinjai sangat dinantikan. Transparansi anggaran dan pengawasan harus ditegakkan, bukan hanya dalam wacana.
“Jika tidak ditindaklanjuti, pembangunan infrastruktur dengan nilai miliaran hanya akan jadi jejak pemborosan tanpa manfaat. Sementara rakyat hanya bisa mengurut dada melihat pajak dan anggaran yang mereka titipkan tak berujung manfaat nyata,” tandas Ibrahim. “Jika Kejari Sinjai tidak menanggapi, persoalan ini akan kita laporkan ke Kejati Sulsel,” kuncinya. Kendati demikian, Jaksa Agung ST Burhanuddin dihubungi melalui sambungan daring, belum memberikan jawaban konfirmasi.
BACA JUGA: Kejari Bandar Lampung Torehkan Pemulihan PAD Rp4,9 Miliar, Pemkot Teken MoU Asta Cita
Laporan : Muh.Said Mattoreang
Editor: Supriadi Buraerah.