INSERTRAKYAT.com Sinjai – Rencana pembangunan pabrik porang dan rumput laut di kawasan pesisir Kelurahan Lappa, Kecamatan Sinjai Utara, Kabupaten Sinjai, Sulawesi Selatan, menuai sorotan dari sejumlah pihak. Senin, (9/6/2025). Proyek ini disebut berada di bawah pengelolaan PT KOMJAC Nusantara, dan memicu kekhawatiran terkait dampak lingkungan, khususnya terhadap keberadaan hutan mangrove.

Hutan mangrove yang sebelumnya menjadi pelindung alami kawasan pesisir, kini telah mengalami pembabatan. Kondisi ini memunculkan kekhawatiran dari berbagai kalangan, mengingat wilayah tersebut minim infrastruktur pemecah ombak dan rentan terhadap genangan air laut saat pasang maupun hujan deras.

PT KOMJAC Nusantara juga disebut-sebut memiliki kemiripan nama dan pola usaha dengan PT Newstar Konjak Nusantara, sebuah perusahaan yang pernah tersangkut kasus hukum dan lingkungan di Madiun, Jawa Timur, pada tahun 2023. Meski keterkaitan kedua entitas ini belum terbukti secara resmi, kemiripan pendekatan bisnisnya menjadi sorotan publik.

BACA JUGA :  Bupati Nagan Raya Minta Perusahaan Tunjukkan Tanggung Jawab terhadap Kemajuan Daerah Lewat CSR Tepat Sasaran

Anggota DPRD Sinjai dari Fraksi PKB, Olivia, dalam keterangannya meminta pemerintah daerah untuk bertindak lebih proaktif.

“Kami mendesak Pemkab Sinjai untuk membuka mata dan menelusuri legalitas dan afiliasi pemilik dua perusahaan tersebut. Jangan sampai masyarakat Sinjai hanya dijadikan tameng proyek bermodal bendera asing dan mengabaikan dampak jangka panjang,” kata Olivia.

BACA JUGA :  HUT Bhayangkara ke-79, Polres Aceh Selatan Berikan Bantuan Sembako untuk Masyarakat Kurang Mampu

Publik mempertanyakan dasar kebijakan pembangunan di kawasan mangrove tersebut, terutama menyangkut keterbukaan informasi dan kajian lingkungan.

Kepala Dinas Penanaman Modal dan Pelayanan Terpadu Satu Pintu (DPMPTSP) Kabupaten Sinjai, Lukman Dahlan, menyatakan bahwa pihak pengelola telah memenuhi persyaratan administratif.

“Telah mengantongi Nomor Induk Berusaha (NIB),” ujarnya.

Namun, pernyataan ini belum meredakan kekhawatiran para pegiat lingkungan. Mereka menilai bahwa legalitas administratif seperti NIB tidak menjamin keberlanjutan lingkungan hidup.

“Apa artinya NIB jika di lapangan yang terjadi justru penghancuran alam dan pemicu bencana ekologis?” ujar salah satu aktivis lingkungan yang menolak disebutkan namanya.

BACA JUGA :  Sinjai Awas HIV/AIDS, Begini Cara Dinkes Atasi

Mangrove, menurut para ahli lingkungan, bukan sekadar tanaman pesisir. Ia merupakan sistem pertahanan alami terhadap banjir, abrasi, dan perubahan iklim. Penggantiannya dengan pembangunan industri tanpa kajian lingkungan yang memadai dinilai berpotensi menimbulkan bencana ekologis di masa depan.

Pihak-pihak yang menyoroti proyek ini meminta pemerintah daerah untuk tidak hanya berfokus pada kelengkapan dokumen, tetapi juga menelaah rekam jejak para investor dan dampak jangka panjang dari investasi tersebut.

Sinjai, menurut mereka, membutuhkan investasi yang bertanggung jawab dan berkelanjutan, yang tidak hanya menguntungkan secara ekonomi, tetapi juga menjaga kelestarian lingkungan serta keselamatan masyarakat setempat. (*/S).