(Ilustrasi gambar).
Oleh: Amrullah Andi Faisal, Statistisi Ahli Muda di Sinjai
INSERTRAKYAT.COM,– Kenaikan harga Bahan Bakar Minyak (BBM) komersial pada 1 Juli 2025, mencapai Rp230 sampai Rp590 per liter merupakan konfirmasi kuat, rakyat Indonesia kembali menghadapi tekanan biaya hidup. Kenaikan ini merata di seluruh operator besar, seperti Pertamina, Shell, Vivo dan British Petroleum.
Bersamaan itu, inflasi nasional tercatat 2,37 persen secara tahunan pada Juni 2025, dengan Sulawesi Selatan 2,24 persen. Kombinasi ini menjadi pukulan ganda. energi dan inflasi, dua variabel utama secara langsung menggerus daya beli rakyat.
Kenaikan harga energi berefek domino yang luas. Harga BBM yang lebih mahal menaikkan biata logistik, produksi dan distribusi. Akibatnya, harga barang-barang konsumsi, mulai dari bahan pangan pokok hingga hasil industri, ikut terdorong naik. Kenaikan harga ini kemudian tercermin dalam laju inflasi.
Dampaknya, daya beli masyarakat di kelas bawah dan menengah perkotaan, makin tertekan. Penghasilan mereka tidak naik sebanding lonjakan harga barang dan jasa. Usaha Mikro, Kecil dan Menengah (UMKM) yang bergantung pada angkutan dan pasokan bahan baku, akan susah bersaing, sehingga mengancam keberlanjutan usaha dan lapangan kerja.
Pemerintah perlu merespons dengan kebijakan fiskal yang adaptif dan perlindungan sosial tepat sasaran. Perluasan bantuan sosial yang transparan dan cepat, harus digencarkan yang dibarengi stabilisasi harga pangan melalui operasi pasar, serta pengawasan penyaluran barang-barang pokok. Pemantauan ketat terhadap praktik penimbunan dan spekulasi juga krusial untuk menjaga stabilitas sosial dan ekonomi.
Dalam jangka panjang, ketahanan energi perlu menjadi prioritas nasional. Investasi pada energi baru terbarukan (EBT) seperti tenaga surya dan panas bumi, efisiensi energi melalui program audit energi di industri, serta penguatan ketahanan pasokan domestik bukan lagi pilihan, tapi keharusan strategis demi kemandirian energi dan stabilitas harga di masa depan.
Kita sedang menghadapi tantangan struktural. Kenaikan harga energi dan inflasi merupakan persoalan ekonomi, juga ujian bagi arah kebijakan negara. Apakah kita akan terus menjadi konsumen dari sistem global yang bergejolak, atau mulai membangun dasar ekonomi yang berdaulat, tangguh dan berpihak pada rakyat? Jawabannya terletak pada kemauan politik dan keberanian mengubah orientasi kebijakan.
Rakyat butuh perlindungan, bukan pembiaran. Energi dan harga pangan tak boleh sepenuhnya tunduk pada mekanisme pasar bebas, karena keduanya menyangkut hajat hidup orang banyak. Sudah saatnya negara berdiri sebagai pelindung, bukan hanya pengatur harga. (RED).