Langkah Politik Menuju Rekonsiliasi Kebangsaan Menjelang Hari Ulang Tahun ke-80 Republik Indonesia” keterangan foto: Ketua DPR-RI, Sufmi Dasco Ahmad


INSERTRAKYAT.COM, JAKARTA — Dewan Perwakilan Rakyat Republik Indonesia (DPR-RI) menyetujui permintaan pertimbangan Presiden Republik Indonesia Prabowo Subianto mengenai pemberian abolisi kepada Thomas Trikasih Lembong (Tom Lembong), dan amnesti kepada Hasto Kristiyanto beserta 1.116 warga lainnya.

Persetujuan tersebut disampaikan Wakil Ketua DPR-RI, Sufmi Dasco Ahmad dalam konferensi pers yang digelar di Gedung Nusantara III, Kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta, Kamis malam, 31 Juli 2025.

Konferensi pers turut dihadiri oleh para pimpinan Komisi III Dewan Perwakilan Rakyat Republik Indonesia, Menteri Sekretaris Negara Republik Indonesia, dan Menteri Hukum dan Hak Asasi Manusia Republik Indonesia.

Sufmi Dasco Ahmad menjelaskan bahwa keputusan tersebut merupakan hasil rapat konsultasi antara Dewan Perwakilan Rakyat Republik Indonesia dan pemerintah yang melibatkan seluruh unsur pimpinan serta perwakilan fraksi-fraksi di parlemen.

“Hasil rapat konsultasi menyepakati bahwa Dewan Perwakilan Rakyat Republik Indonesia memberikan pertimbangan dan menyetujui Surat Presiden Nomor R43/PRES/07/2025 tertanggal 30 Juli 2025 tentang pemberian abolisi kepada Saudara Thomas Trikasih Lembong,” ujar Sufmi Dasco.

BACA JUGA :  Pers Harus Mendapat Perlindungan Hukum

Tom Lembong, yang dikenal sebagai mantan Kepala Badan Koordinasi Penanaman Modal dan mantan Menteri Perdagangan Republik Indonesia, sebelumnya disebut-sebut dalam sejumlah kasus hukum terkait aktivitasnya di sektor kebijakan investasi pada periode lalu.

Namun, pemerintah memandang bahwa pemberian abolisi terhadapnya merupakan bagian dari langkah politik untuk meredam polarisasi masa lalu dan memperkuat persatuan nasional.

Selain abolisi terhadap Tom Lembong, Dewan Perwakilan Rakyat Republik Indonesia juga menyetujui Surat Presiden Nomor R42/PRES/07/2025 mengenai permintaan amnesti untuk 1.116 warga negara Indonesia, termasuk di dalamnya Hasto Kristiyanto, yang menjabat sebagai Sekretaris Jenderal Dewan Pimpinan Pusat Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan (PDIP).

Amnesti tersebut diajukan oleh Presiden Republik Indonesia dalam kerangka penyelesaian perkara-perkara yang dinilai memiliki dimensi politik dan sosial lebih dominan daripada aspek pidana murni.

“Pemberian abolisi dan amnesti ini menjadi komitmen negara dalam merawat semangat persatuan nasional, terlebih dalam momentum menjelang peringatan Hari Ulang Tahun ke-80 Republik Indonesia,” ujar Sufmi Dasco.

BACA JUGA :  Elite Politik Mendadak Apresiasi Kapolda Riau, Kenapa?

Menteri Hukum dan Hak Asasi Manusia Republik Indonesia, Supratman Andi Agtas, menyatakan bahwa pemberian amnesti dilakukan melalui tahapan seleksi ketat, termasuk verifikasi administratif dan uji publik terbuka.

“Jumlah usulan awal mencapai 44.000 nama. Namun, setelah proses seleksi ketat, hanya 1.116 orang yang memenuhi kriteria dan syarat dalam tahap pertama ini. Tahap kedua akan dilanjutkan dengan verifikasi terhadap 1.668 orang lainnya,” terang Supratman Andi Agtas.

Menurut Supratman, usulan amnesti dan abolisi mempertimbangkan aspek hukum, keadilan restoratif, serta aspirasi masyarakat luas. Ia menambahkan, banyak dari kasus yang diajukan berkaitan dengan tuduhan penghinaan terhadap Presiden dan Wakil Presiden, serta kasus dugaan makar tanpa senjata yang terjadi dalam situasi demonstrasi atau dinamika politik tertentu.

“Presiden menyampaikan kepada saya sejak awal pengangkatan bahwa tujuan dari langkah ini adalah merangkul semua pihak dan menjaga semangat kebangsaan,” ungkap Supratman Andi Agtas.

BACA JUGA :  Kepala BNN RI Ajukan Tambahan Anggaran Rp1,14 Triliun Untuk Tahun 2026

Hasto Kristiyanto, tokoh sentral dalam PDI Perjuangan yang sempat menjalani proses hukum atas dugaan tindak pidana berkaitan dengan ketegangan politik nasional, termasuk dalam daftar penerima amnesti. Namun, ia belum memberikan pernyataan resmi terkait keputusan tersebut.

Langkah pemerintah ini dinilai sebagai sinyal politik baru di bawah kepemimpinan Presiden Prabowo Subianto, yang mencoba mengakhiri rivalitas dan mengajak rekonsiliasi nasional sebagai fondasi persatuan. Pemerintah menyebut bahwa pemberian amnesti dan abolisi tidak serta-merta menghapus nilai keadilan, namun menjadi bagian dari pendekatan negara terhadap rekonsiliasi berbasis keadilan transisi.

Dengan adanya persetujuan dari Dewan Perwakilan Rakyat Republik Indonesia, maka proses berikutnya adalah menunggu penerbitan Keputusan Presiden Republik Indonesia. Presiden berwenang sepenuhnya mengeluarkan Keputusan Presiden sebagai tindak lanjut pertimbangan Dewan Perwakilan Rakyat Republik Indonesia.

“Kita tinggal menunggu Keputusan Presiden setelah semua pertimbangan ini kami sampaikan,” pungkas Sufmi Dasco. (Syamsul/Lutfi).