Makassar, InsertRakyat.com –
Pemerintah Provinsi Sulawesi Selatan melalui Dinas Pendidikan (Disdik Sulsel) mengeluarkan kebijakan terkait pembinaan nilai keagamaan di lingkungan pendidikan menengah. Dalam surat edaran yang dirilis tertanggal 7 Juni 2025, Disdik Sulsel menegaskan bahwa guru, tenaga kependidikan, dan siswa beragama Islam pada jenjang SMA, SMK, dan SLB se-Sulawesi Selatan, diwajibkan untuk mengikuti program hafalan Al-Qur’an, khususnya Juz 30.
Surat edaran tersebut bernomor 100.3.4/3300/DISDIK dan ditandatangani langsung oleh Kepala Dinas Pendidikan Provinsi Sulawesi Selatan, H. Iqbal Nadjamuddin.
Kepada InsertRakyat.com, Sabtu (21/6/2025) malam, Kadis Pendidikan Iqbal Nadjamuddin membenarkan bahwa surat edaran itu sah diterbitkan. Ia menegaskan kebijakan ini adalah bagian dari upaya penguatan karakter dan pembudayaan nilai-nilai akhlak melalui literasi Al-Qur’an.
“Benar, surat edaran itu kami keluarkan, dan sudah mulai disosialisasikan ke semua satuan pendidikan. Ini bukan soal ujian, tapi pembiasaan positif dalam pendidikan moral,” ungkapnya melalui pesan WhatsApp kepada jurnalis InsertRakyat.com.
Edaran tersebut merujuk langsung kepada Undang-Undang Sistem Pendidikan Nasional Nomor 20 Tahun 2003, yang menyebut bahwa pendidikan nasional bertujuan mengembangkan potensi peserta didik agar menjadi manusia yang beriman, bertakwa, berilmu, mandiri, serta menjadi warga negara yang bertanggung jawab.
Disdik Sulsel juga mengaitkan kebijakan ini dengan dimensi keimanan dan ketakwaan terhadap Tuhan Yang Maha Esa dalam kerangka profil pelajar Pancasila. Selain itu, visi Gubernur Sulawesi Selatan 2025–2029 yakni “Sulsel Maju dan Berkarakter” turut menjadi acuan kebijakan.
Program ini memuat langkah-langkah yang harus dijalankan oleh sekolah-sekolah. Ada empat poin utama yang dituangkan:
1. Pembiasaan Membaca Al-Qur’an dan Dzikir:
Seluruh siswa beragama Islam diwajibkan mengikuti gerakan membaca Al-Qur’an selama 10–15 menit sebelum jam pelajaran pertama dimulai. Guru mata pelajaran yang mengajar pada jam pertama diminta mendampingi. Selain itu, di akhir jam pelajaran, siswa melaksanakan dzikir sore atau doa bersama.
2. Fasilitasi Siswa Non-Muslim:
Satuan pendidikan tetap memberikan ruang dan waktu ibadah bagi siswa non-Muslim. Pelaksanaannya disesuaikan dan dikoordinasikan oleh guru agama sesuai agama masing-masing.
3. Hafalan Juz 30 untuk Guru dan Tendik:
Guru dan tenaga kependidikan (tendik) Muslim diminta mulai menghafal Juz 30 selama Tahun Pelajaran 2025/2026. Kepala sekolah menyusun strategi implementasi, termasuk penjadwalan setor hafalan setiap Jumat atau waktu lain sesuai kondisi satuan pendidikan. Hasil hafalan dapat menjadi salah satu indikator penilaian kinerja pegawai.
4. Hafalan untuk Siswa Sesuai Jenjang Kelas:
Program hafalan ditargetkan bertahap. Siswa Kelas XII wajib menghafal Juz 30. Siswa Kelas XI diminta menghafal Juz 30 dan dilanjutkan Juz 29 pada tahun berikutnya. Sedangkan siswa Kelas X diarahkan menghafal tiga juz (30, 29, 28) selama masa pendidikan.
Penanggung jawab utama kegiatan ini adalah guru Pendidikan Agama Islam dan pembina tahfiz atau remaja masjid. Hafalan siswa menjadi bagian dari penilaian Pendidikan Agama Islam.
Edaran memberi ruang bagi kepala sekolah menyusun strategi masing-masing sesuai kondisi sekolah. Penjadwalan penyetoran hafalan tidak diseragamkan secara ketat. Namun, pelaksanaannya harus dilakukan secara rutin dan berkala, dengan pembinaan yang edukatif, bukan koersif.
Kepala sekolah juga diarahkan untuk menjalin sinergi dengan pembina ekstrakurikuler keagamaan seperti remaja masjid atau tahfiz Al-Qur’an di sekolah.
Menurut Iqbal Nadjamuddin, program ini mewajibkan hafalan, untuk menumbuhkan kebiasaan membaca dan mencintai Al-Qur’an. Ia menepis anggapan bahwa program ini bersifat paksaan atau diskriminatif. “Keliru jika ada pihak yang menyebut begitu,” tegasnya.
“Menghafal Al-Qur’an bukan menjadi syarat kelulusan atau naik kelas. Ini untuk membentuk karakter anak-anak kita. Mengaji dan menghafal bisa melatih daya ingat dan konsentrasi,” jelasnya.
“Tidak pantas kita menuntut siswa menghafal, kalau gurunya tidak bisa membaca Al-Qur’an. Makanya, [harus] saling menguatkan dan belajar – mengajar sama – sama,” ujarnya.
Ia menyebut bahwa siswa jalur prestasi penghafal Al-Qur’an juga sering membantu dalam bimbingan ibadah atau tilawah di sekolah. Maka, pembinaan tahfiz juga bisa mendukung sistem pembelajaran lintas kurikulum, termasuk kegiatan keagamaan di luar kelas.
Program ini, menurut Disdik Sulsel, menjadi bagian dari upaya memberantas buta aksara Al-Qur’an di lingkungan pelajar. Banyak siswa yang bisa membaca, namun tidak lancar atau tidak paham tajwid. Bahkan ada siswa yang tidak bisa membaca sama sekali meskipun sudah duduk di bangku SMA.
“Kita tidak menargetkan semua jadi hafiz. Tapi setidaknya, semua Muslim bisa baca Al-Qur’an dengan baik. Itu tujuan awalnya,” kata Iqbal Najamuddin.
Edaran ini menjadi bentuk kebijakan moral, bukan administratif. Pelaksanaan dititikberatkan pada pembiasaan, pembinaan, dan keteladanan.
Disdik Sulsel menegaskan bahwa pelaksanaan program ini harus dilakukan dengan pendekatan yang mendidik dan tidak diskriminatif.
“Ini wujud pembinaan yang mengarah pada akhlak. Kita rangkul semua. Yang belum bisa, kita ajari. Yang sudah bisa, kita bimbing terus. Semangatnya gotong royong pendidikan,” tegas Kadisdik Sulsel di Makassar.
Sekolah yang memiliki keterbatasan guru agama atau fasilitas diharapkan berkoordinasi dengan Kemenag setempat atau tokoh masyarakat agar pembinaan tetap berjalan.
Dari hasil pantauan InsertRakyat.com, kebijakan ini disambut beragam. Sebagian guru mendukung karena dinilai sejalan dengan nilai moral dan pembinaan karakter. Beberapa lainnya mengaku butuh adaptasi karena tantangan waktu dan keterbatasan SDM.
Belum lama ini, dalam wawancara Insertrakyat.com dengan Kepala Satuan Pendidikan UPT SMA Negeri 8 Sinjai Borong, Yubob Salim. Ia mengatakan bahwa program Nasional yang tertuang dalam surat edaran tersebut telah ia laksanakan melalui sejumlah kegiatan sebelumnya. “Ini kedepannya akan diterapkan sesuai dengan instruksi dalam surat edaran,” tuturnya, di ruang kerjanya.
Kendati demikian, kebijakan ini dianggapnya, (Yubob Salim,-red) sebagai langkah maju dalam membumikan Al-Qur’an di dunia pendidikan, khususnya di jenjang SMA/SMK sederajat. “Kita sangat bangga atas adanya surat edaran ini, anak (generasi bangsa) tentu akan memiliki pondasi SDM yang berkualitas dengan adanya tambahan pembinaan spiritual ini di lingkungan pendidikan,” Imbuhnya.
( Supriadi Buraerah ).
- Berita
- Disdik Sulsel
- Dzikir Pagi Sore
- Edaran Hafalan Quran
- Evaluasi Kinerja Guru
- Guru dan Tendik
- Hafalan Wajib
- Iqbal Nadjamuddin
- Juz 30
- kepala sekolah
- Kurikulum Pendidikan Islam
- Literasi Al-Quran
- Pembinaan Akhlak
- pendidikan inklusif
- pendidikan Islam
- Pendidikan Karakter
- Pendidikan Sulawesi Selatan
- Profil Pelajar Pancasila
- Program Tahfiz
- Siswa SMA SMK SLB
- Surat Edaran Resmi