JAKARTA, INSERTRAKYAT.com — Pemerintah Indonesia resmi memasuki fase akseleratif dalam transformasi birokrasi digital menuju kelas dunia. Hari ini. Perubahan ini tak sebatas membangun sistem teknologi, tetapi menyasar jantung pelayanan publik, tata kelola, sumber daya manusia (SDM), kelembagaan, hingga perubahan budaya kerja aparatur.
Menoleh pada agenda Rapat Dengar Pendapat (RDP) bersama Komisi II DPR RI di Jakarta, Rabu (9/7/2025), Menteri PANRB Rini Widyantini memaparkan agenda kerja strategis pada arah kebijakan birokrasi Indonesia ke depan. Ia mengatakan bahwa transformasi digital tidak dapat dimaknai sekadar digitalisasi aplikasi, tetapi harus dipahami sebagai reformasi sistemik.
“Transformasi digital artinya mengubah cara kerja birokrasi secara menyeluruh dan memastikan masyarakat memperoleh layanan publik yang cepat, terjangkau, dan aman,” ujar Rini di hadapan pimpinan dan anggota DPR.
Kementerian PANRB telah menetapkan sejumlah program prioritas nasional untuk tahun 2025, di antaranya penataan kelembagaan, penyusunan arah reformasi birokrasi nasional, serta peningkatan kualitas pelayanan publik melalui teknologi. Semuanya diarahkan untuk menciptakan birokrasi yang agile, akuntabel, dan terintegrasi.
Memasuki tahun 2026, kementerian akan melanjutkan pelaksanaan roadmap reformasi birokrasi tahap I, yang menjadi pijakan strategis menuju birokrasi berbasis kinerja bersama (shared outcome). Agenda ini mencakup integrasi kebijakan evaluasi lintas lembaga, serta penerapan reformasi birokrasi hingga ke tingkat desa.
Salah satu instrumen penguatnya adalah Sistem Akuntabilitas Kinerja Pemerintah (SAKP). Sistem ini dirancang untuk menyelaraskan target seluruh instansi ke arah prioritas pembangunan nasional. Konsepnya bukan lagi kinerja instansional, melainkan kinerja kolaboratif antar kementerian dan lembaga.
“Perubahan mendasar dalam SAKP akan mendorong kementerian dan lembaga tidak bekerja sendiri-sendiri. Semua harus bersinergi demi mencapai hasil pembangunan nasional,” jelas Rini.
Agenda berikutnya adalah transformasi manajemen ASN berbasis talenta. Kementerian PANRB akan menguatkan digitalisasi sistem kepegawaian nasional melalui penerapan sistem merit, pengembangan manajemen talenta, dan pelatihan berbasis kebutuhan strategis. Ini dimaksudkan untuk melahirkan ASN unggul, profesional, dan berorientasi pelayanan.
“ASN harus jadi penggerak reformasi. Kita siapkan ASN digital yang adaptif, cerdas teknologi, dan beretika,” tegas Rini.
Transformasi digital pemerintahan juga diperkuat dengan pembangunan Digital Public Infrastructure (DPI). DPI terdiri atas tiga komponen utama: Digital ID sebagai identitas tunggal, Data Exchange Platform untuk integrasi data lintas sektor, dan Digital Payment untuk mendukung layanan publik berbasis transaksi elektronik.
Ketiga pilar DPI ini akan mendukung ekosistem layanan publik terintegrasi yang mudah diakses masyarakat. Use case utamanya akan dimulai pada sektor Perlindungan Sosial (Perlinsos), agar bantuan negara tersalurkan lebih cepat, tepat sasaran, dan minim risiko kebocoran data.
Rini menyebut, pendekatan yang digunakan sepenuhnya berbasis kebutuhan pengguna (user centric). Pelayanan publik kini didesain tidak lagi dari sudut pandang birokrasi, tetapi dari pengalaman warga sebagai penerima manfaat.
Kementerian PANRB juga akan mendorong interoperabilitas data antar instansi secara menyeluruh. Artinya, satu data warga yang telah dimasukkan dalam sistem kependudukan dapat digunakan langsung oleh lembaga lain untuk proses pelayanan, tanpa warga harus mengisi ulang formulir berulang kali.
Dukungan politik terhadap agenda ini juga ditegaskan dalam forum yang sama. Wakil Ketua Komisi II DPR RI, Zulfikar Arse Sadikin, menyampaikan bahwa reformasi birokrasi digital perlu dikawal bersama oleh DPR, agar implementasinya tetap sejalan dengan semangat pelayanan publik.
“Komisi II DPR RI mendukung penuh Kementerian PANRB, BKN, LAN, ANRI, dan Ombudsman untuk terus memperbaiki layanan publik. Reformasi birokrasi adalah kerja maraton yang tak boleh dilambatkan,” katanya.
Dengan kolaborasi antara eksekutif dan legislatif, Pemerintah berharap seluruh perubahan ini tidak berhenti pada tataran konsep, tetapi benar-benar hadir dalam sistem pelayanan publik yang efisien dan berkeadilan.
Pemerintah tidak menutup mata terhadap tantangan. Masalah integrasi data, disparitas infrastruktur teknologi, serta resistensi budaya kerja lama masih menjadi hambatan. Namun Kementerian PANRB telah menyiapkan pendekatan bertahap agar seluruh instansi bisa beradaptasi.
Transformasi digital birokrasi bukan proyek jangka pendek. Ia adalah agenda strategis menuju Indonesia Digital 2045. Pemerintah ingin menciptakan birokrasi yang bukan sekadar responsif terhadap teknologi, tetapi benar-benar mampu melayani masyarakat dengan cara baru yang lebih manusiawi dan transparan.
Melalui sistem merit, interoperabilitas data, digital ID, hingga manajemen talenta, Indonesia sedang membangun ulang wajah birokrasi. Wajah yang lebih lincah, lebih terhubung, dan berfokus pada hasil, bukan sekadar prosedur.
“Reformasi birokrasi adalah syarat wajib menuju negara maju. Bukan pilihan, tapi keharusan,” pungkas Rini.
(Anggyta/Bahtiar-Insertrakyat.com)