INSERTRAKYAT.com, Kaltim — Di tengah tantangan ekonomi global dan dinamika geopolitik yang kian dinamis, Indonesia menatap masa depan dengan penuh percaya diri. Pemerintah menargetkan pertumbuhan ekonomi sebesar 8 persen dalam beberapa tahun ke depan. Angka yang terbilang fantastis dan ambisius, namun bukan tanpa strategi. Sabtu, 2 Agustus 2025.

Sebelumnya, Menteri Perdagangan Budi Santoso, yang kini populer disapa Mendag Busan, menyampaikan optimisme tersebut dalam Kongres Diaspora Indonesia ke-8, Jumat (1/8), yang digelar di jantung megaproyek masa depan Indonesia ialah Ibu Kota Nusantara (IKN).

Di sana, [Pidato] Mendag Busan mengulas pesan tegas. “Ekspor dan investasi adalah dua pilar yang bisa membawa Indonesia mencapai pertumbuhan 8 persen. Dan kunci akselerasinya ada pada peran diaspora.

Di Kongres Diaspora Indonesia ke-8, Mendag Budi Santoso dorong sinergi global antara UMKM dan diaspora demi lompatan ekspor nasional.

Kemendag telah menyiapkan platform konkret. Program UMKM BISA Ekspor (Berani Inovasi, Berani Adaptasi) menjadi ujung tombak. Program ini menyasar pelaku UMKM untuk bisa menembus pasar ekspor, tak lagi hanya bermain di pasar domestik.

Mendag menekankan bahwa setiap pelaku usaha, sekecil apa pun skalanya, kini bisa memanfaatkan jejaring perwakilan dagang (perwadag) di luar negeri. Lewat business pitching, business matching, hingga dukungan logistik dan sertifikasi, jalan menuju pasar global makin terbuka lebar.

BACA JUGA :  Menko Polkam Pastikan Stabilitas Ekonomi Nasional Lewat Optimalisasi Devisa

Namun, satu unsur dianggap sebagai kekuatan strategis yang belum tergarap maksimal ialah diaspora Indonesia.

Padahal.“Diaspora adalah kekuatan lunak Indonesia yang tersebar di berbagai penjuru dunia. Mereka bisa jadi promotor produk lokal, distributor, sumber informasi pasar, dan bahkan bagian dari diplomasi ekonomi,” ujar Mendag Busan dalam forum yang dihadiri sekitar 60 diaspora aktif dari luar negeri.

Dengan pengalaman, jaringan, dan kepekaan terhadap selera pasar lokal di negara domisili masing-masing, diaspora dinilai lebih adaptif dan efisien dalam mempromosikan produk Indonesia. Bahkan, dalam beberapa kasus, diaspora lebih dulu tahu apa yang bisa laku keras sebelum riset pasar formal dilakukan.

Dalam sesi dialog, berbagai pertanyaan dan ide mengemuka. Ada yang mengusulkan pembentukan diaspora trade desk untuk setiap wilayah regional, khusus menangani ekspor dari sektor-sektor unggulan. Ada pula yang menawarkan skema reverse logistics untuk mengatasi masalah ongkos kirim dari dan ke Indonesia.

“Selama ini kita melihat ekspor sebagai proses antarnegara. Padahal ada dimensi komunitas global yang bisa kita sinergikan,” tutur Fajarini Puntodewi, Dirjen Pengembangan Ekspor Nasional, yang turut hadir mendampingi Mendag Busan.

BACA JUGA :  Bukan Pejabat, Bebek Duluan Tinggal di IKN! Netizen: “Ternak Mulyono Udah Mapan”

Pemilihan IKN sebagai tuan rumah kongres bukan tanpa simbol. IKN dijadikan etalase konsep ekonomi baru Indonesia: desentralisasi, digitalisasi, dan integrasi kawasan timur dengan ekonomi global.

“IKN bukan sekadar ibu kota administratif. Ini adalah pusat pertumbuhan baru yang akan menyatukan kekuatan domestik dan konektivitas luar negeri,” tambah Bayu Wicaksono Putro, Direktur Pengembangan Pasar dan Informasi Ekspor.

Ke depan, IKN akan menjadi basis peluncuran klaster ekspor baru dari wilayah timur Indonesia, termasuk hasil laut, pertanian, energi hijau, dan industri kreatif berbasis budaya lokal.

Berbagai pejabat tinggi Kemendag hadir mendampingi Mendag Busan dalam forum tersebut, antara lain Sekjen Kemendag Isy Karim, Kepala Biro Umum Krisna Ariza, dan Kepala Biro Humas Ni Made Kusuma Dewi. Ini menandakan forum diaspora tidak lagi dianggap sebagai forum simbolik, tapi menjadi panggung strategis pengambilan keputusan.

Menurut Isy Karim, peran diaspora harus diintegrasikan dalam kerangka kebijakan perdagangan luar negeri. “Kita sedang menyusun kerangka regulasi agar diaspora bisa mengakses kemudahan ekspor secara langsung, termasuk dalam hal pembiayaan, akses pelatihan, dan informasi pasar,”tegasnya.

BACA JUGA :  Komdigi Dorong UMKM Go Digital untuk Naikkan Omzet dan Ekspor

Satu hal yang menarik dari pertemuan ini adalah munculnya semangat investasi emosional dari diaspora. Banyak di antara mereka yang sukses di luar negeri, namun tetap memiliki semangat membangun kampung halaman.

“Ada nilai yang tidak bisa diukur dengan angka: rasa cinta tanah air,” ujar seorang diaspora dari Australia yang kini menjalankan usaha distribusi kopi Indonesia ke Melbourne dan Sydney.

Dengan semangat itu, diaspora tidak hanya ingin mendapat keuntungan ekonomi, tetapi ingin menjadi bagian dari narasi kemajuan Indonesia.

Mendag Busan menutup forum dengan satu pernyataan reflektif “Pertumbuhan ekonomi 8 persen bukan sekadar mimpi. Ini target nasional yang bisa kita capai bersama jika semua elemen bersinergi. UMKM sebagai pelaku, diaspora sebagai penghubung global, dan pemerintah sebagai fasilitator.

Langkah awal sudah dimulai di IKN. Kini bola ada di tangan seluruh pemangku kepentingan maukah kita memanfaatkan diaspora sebagai ujung tombak ekspor, atau kembali pada pola lama?.Yang jelas, potensi besar telah teridentifikasi.

Tinggal bagaimana kita [Indonesia] memanfaatkannya dengan visi, komitmen, dan keberanian. Karena dalam dunia yang terus berubah, kolaborasi lintas batas adalah dua sisi mata uang yang memicu pertumbuhan ekonomi global,” tandasnya. (Rom/Insertrakyat.com).