Gubernur Sultra menyikapi aksi demonstrasi di KPK. Gubernur Sultra berkunjung ke KPK terkait dengan kordinasi dengan KPK dalam penguatan program Nasional Asta Cita pencegahan korupsi di Sultra. (Foto: Salfin).
JAKARTA, INSERTRAKYAT.com –– Desakan agar aparat penegak hukum menuntaskan dugaan korupsi proyek pematangan lahan Bandara Kolaka Utara kembali melesat di telinga KPK RI.
Mahasiswa gelar aksi demonstrasi di depan Gedung Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) RI, Kamis, 19 Juni 2025. Kemarin. Massa aksi dari Aliansi Mahasiswa Anti Korupsi Sultra Menggugat mendesak lembaga antirasuah segera mengambil alih penyelidikan dugaan kasus yang dinilai mandek di Kejaksaan Negeri (Kejari) Kolaka Utara.
Dalam orasi yang disampaikan bergantian, para demonstran menyebut Bupati aktif Kolaka Utara, Nur Rahman Umar, sebagai sosok yang layak dimintai pertanggungjawaban. “Tangkap Bupati Kolaka Utara!” teriak massa sambil membentangkan spanduk bertuliskan tuntutan agar KPK dan Kejaksaan Agung turun tangan langsung.
Koordinator aksi, Irsan Daeng, menilai penanganan dugaan kasus ini terkesan hanya menyasar pelaku teknis, tanpa menyentuh aktor intelektual di balik proyek tersebut. “Anggaran besar, kerugian besar, tapi pelaku utamanya belum disentuh. Ada yang tidak beres dalam proses hukum ini,” ujar Irsan.
Proyek pematangan lahan yang terletak di Desa Lametuna dan Desa Kaluku-luku, Kecamatan Kodeoha, berlangsung sejak 2020 hingga 2021 dengan total anggaran Rp145 miliar—Rp45 miliar dari APBD dan Rp100 miliar pinjaman Bank Sultra. Seluruh keputusan terkait proyek ini dilakukan di bawah kepemimpinan Nur Rahman Umar.
Berdasarkan audit Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) tahun 2023, ditemukan potensi kerugian negara sebesar Rp7,7 miliar, yang kemudian meningkat menjadi Rp9,8 miliar setelah audit lanjutan. Kejari Kolaka Utara telah menetapkan tiga tersangka pada Mei 2024: mantan Kepala Dinas Perhubungan merangkap Kuasa Pengguna Anggaran (KPA), Pejabat Pembuat Komitmen (PPK), dan kontraktor pelaksana.
Ketiganya dijerat Pasal 2 Ayat (1), Pasal 3, dan Pasal 11 UU Tipikor jo Pasal 55 KUHP. Namun, mahasiswa menilai penyidikan belum menyentuh pengambil kebijakan utama dalam dugaan kasus ini.
Kecurigaan publik kian menguat setelah dalam persidangan di Pengadilan Tipikor Kendari, 30 Juli 2024, Bupati Nur Rahman Umar mengakui bahwa alat berat milik keponakannya digunakan dalam pengerjaan proyek tersebut. “Ini bukan kebetulan. Keterlibatan keluarga adalah pintu masuk untuk membongkar jaringan dugaan korupsi yang lebih besar,” kata Irsan.
Salah satu momen menarik dalam aksi tersebut terjadi ketika Gubernur Sulawesi Tenggara tiba-tiba keluar dari Gedung KPK dan menemui langsung massa aksi. Ia membuka ruang dialog dan menyatakan kesiapannya mendengar aspirasi para mahasiswa secara langsung.
“Atur waktu dan tempat, biar teman-teman mahasiswa bertemu langsung dengan saya dan sampaikan aspirasinya,” ujar Gubernur Sultra, disambut tepuk tangan dan sorakan dari massa aksi.
Meski begitu, massa tetap mendesak KPK agar mengambil alih dugaan kasus ini dari Kejari Kolaka Utara. Mereka menilai kejaksaan di daerah belum berani menyentuh figur-figur berpengaruh yang diduga terlibat.
Aksi ditutup dengan pembacaan tuntutan terbuka, nyanyian perlawanan, dan komitmen untuk terus mengawal proses hukum dugaan kasus ini hingga tuntas.
“Jika hukum hanya tajam ke bawah dan tumpul ke atas, maka jalanan akan menjadi ruang perlawanan kami,” tegas Irsan.
Soal Tambang di Sulawesi.

Perlu diketahui, sebelumnya mahasiswa juga telah melakukan pertemuan dengan Kejaksaan Agung RI terkait persoalan tambang di Sulawesi. Mahasiswa bersama jurnalis INSERTRAKYAT.com dan NARASI.NEWS diterima oleh pihak Kejaksaan Agung RI dalam audiensi.

Pertemuan itu menyusul demonstrasi di Kejaksaan Agung RI. (Bersambung).
|Penulis: Salfin Insertrakyat.com |Editor: Tim Redaksi