Sumber Foto BPS Provinsi Sulawesi Selatan.


MAKASSAR, INSERT RAKYAT — Nilai Tukar Petani (NTP) di Sulawesi Selatan kembali menurun. Berdasarkan rilis resmi Badan Pusat Statistik (BPS) Sulsel, NTP tercatat 121,83 pada Juni 2025, turun 0,58 persen dibandingkan Mei 2025 yang berada di angka 122,54.

Menurut Kepala BPS Sulsel, Aryanto, penurunan NTP ini disebabkan oleh melemahnya Indeks Harga yang Diterima (It) sebesar 0,35 persen, sementara Indeks Harga yang Dibayar (Ib) justru naik 0,24 persen secara bulanan.

“Penurunan It banyak dipicu anjloknya harga subsektor perkebunan rakyat, terutama kakao, lada dan cabai merah,” terang Aryanto melalui saluran resmi BPS Sulsel, seperti dikutip Insertrakyat.com, Kamis, 3 Juli 2025.

BACA JUGA :  Inflasi Daerah Sulawesi Selatan Periode Juni 2,24%, Tekanan Biaya Pemicunya!

Sebaliknya, subsektor lain justru mencatat kenaikan harga, yakni hortikultura 4,54 persen, tanaman pangan 0,19 persen dan peternakan 0,05 persen.

Namun, kenaikan di sektor-sektor tersebut belum cukup untuk menutupi penurunan tajam, pada subsektor perkebunan rakyat.

NTP adalah indikator penting untuk mengukur tingkat kesejahteraan petani. NTP turun, artinya pendapatan petani dari hasil produksi tidak sebanding pengeluaran untuk kebutuhan produksi dan konsumsi. Dalam kondisi ini, daya beli petani melemah dan kesejahteraan mereka tertekan.

Selain itu, Nilai Tukar Usaha Pertanian (NTUP) juga menurun sebesar 0,37 persen, yang mencerminkan turunnya keuntungan bersih yang diperoleh petani dari kegiatan usahanya.

BACA JUGA :  BPS Sulsel Ulas Penyebab TPK Hotel Berbintang Turun di Tahun 2025

Subsektor perkebunan rakyat menjadi penyumbang terbesar dalam pelemahan NTUP. Petani kakao, lada dan cabai merah mengalami penurunan pendapatan signifikan.

Penurunan NTUP juga disebabkan kenaikan harga input produksi, seperti pupuk dan transportasi makin menekan biaya usaha tani. Di samping itu, rendahnya jangkauan pasar dan lemahnya posisi tawar petani terhadap tengkulak dan pembeli besar menjadi masalah struktural.

Aryanto mengharap data ini menjadi perhatian serius pemerintah daerah dan pusat. “Kita perlu intervensi harga komoditas, penguatan akses pasar, serta dukungan terhadap petani kecil agar keberlanjutan sektor pertanian tidak terganggu,” tegasnya.

BACA JUGA :  BPS : Penumpang Angkutan Udara Turun 18,5% di Sulawesi Selatan

Ia menyarankan pemerintah perlu merancang mekanisme stabilisasi harga komoditas strategis. Digitalisasi pemasaran hasil tani, agar petani bisa langsung menjual produk tanpa perantara. Pinjaman mikro dan subsidi tepat sasaran untuk membantu petani mengatasi biaya produksi yang terus meningkat.

Jika tren penurunan NTP dan NTUP ini tidak segera ditangani, ia khawatir akan memperburuk ketimpangan di pedesaan, mempercepat alih profesi petani dan melemahkan ketahanan pangan di daerah maupun nasional.

(AAF/AAF).