ACEH,– Pembentukan Panitia Khusus (Pansus) oleh Dewan Perwakilan Rakyat Aceh (DPRA) menuai kritik dari sejumlah kalangan. Langkah ini dinilai tidak sejalan dengan visi Gubernur Aceh, Mualem-Dek Fad, yang tengah mendorong terciptanya iklim investasi yang lebih kondusif di wilayah tersebut.
Direktur Eksekutif Forum Bersama Inovasi Aceh (Forbina), Muhammad Nur, mempertanyakan urgensi serta tujuan dari pembentukan tim Pansus tersebut. Ia menilai, keberadaan Pansus justru berpotensi menjadi beban anggaran tanpa memberikan kontribusi nyata terhadap pertumbuhan investasi di Aceh.
“DPRA seharusnya cukup mengundang dinas terkait seperti DLHK atau DPMPTSP jika ingin menggali informasi. Tidak perlu membentuk tim baru yang justru membuka ruang pemborosan,” kata Nur saat berbicara dengan Insertrakyat.com, di Aceh, Senin, (7/4-25).
ADVERTISEMENT

SCROLL TO RESUME CONTENT
Menurutnya, kekhawatiran utama terletak pada potensi penyalahgunaan wewenang oleh tim Pansus. Alih-alih mendukung kelangsungan investasi, Pansus dikhawatirkan hanya akan fokus mencari kesalahan atau melakukan audit tanpa solusi.
“Kami khawatir ini menjadi alat penghambat, bukan pendorong. Fokusnya bukan pada penyelesaian masalah, melainkan memperbesar kegaduhan,” ujarnya.
Ia juga menyoroti proses seleksi anggota Pansus yang dinilai tidak transparan dan lebih mengedepankan kedekatan personal dengan Sekretariat Dewan (Sekwan) daripada kompetensi. Menurutnya, hal ini mengurangi efektivitas kerja Pansus dalam menjawab tantangan investasi Aceh.
Selain itu, ditemukan pula tumpang tindih jabatan di antara beberapa anggota yang memiliki Surat Keputusan (SK) ganda; baik sebagai anggota Pansus maupun staf khusus gubernur. Nur menilai hal ini sebagai bentuk inefisiensi anggaran yang seharusnya dapat dialihkan ke sektor-sektor strategis seperti pertambangan dan energi.
“Dengan keterbatasan anggaran dan rendahnya minat investor masuk ke Aceh, pembentukan Pansus ini justru kontraproduktif. Fokus seharusnya diarahkan pada pembenahan tata kelola, bukan menambah lapisan beban anggaran,” tambahnya.
Terkait kejelasan status tim, Nur mempertanyakan apakah yang dibentuk adalah tim ahli dari Sekwan atau benar-benar Pansus sesuai mekanisme resmi. Jika terjadi kekeliruan, Forbina mendesak agar Sekretariat Dewan segera melakukan revisi SK untuk menghindari kebingungan serta menjamin keefektifan kinerja legislatif.
“Forbina berharap seluruh proses pengawasan dan pengambilan kebijakan di Aceh tetap berjalan sesuai koridor hukum dan mendukung terciptanya iklim investasi yang sehat, bukan sebaliknya,” pungkas Nur.
Penulis : Rifqi
Editor : Redaksi