Advokat Desak Ambil Alih Penyidikan, KPK Masih Malu-Malu Bicara dan Inilah Penjelasan Polda Riau Terkait Kasus SPPD Fiktif Sekretariat DPRD

Kamis, 10 April 2025

facebook twitter whatsapp telegram line copy

URL berhasil dicopy

facebook icon twitter icon whatsapp icon telegram icon line icon copy

URL berhasil dicopy

PEKANBARU, Insertrakyat.com,
Lambannya penanganan kasus dugaan korupsi surat perintah perjalanan dinas (SPPD) fiktif di lingkungan Sekretariat DPRD Riau memicu desakan dari sejumlah pihak agar Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) turun tangan. Hingga saat ini, belum satu pun nama ditetapkan sebagai tersangka, meskipun kerugian negara diperkirakan mencapai Rp162 miliar.

Advokat senior Armilis Ramaini, S.H., dengan tegas menyuarakan keprihatinannya atas kinerja penyidik di Polda Riau yang dinilainya tidak menunjukkan keseriusan. Dalam keterangannya di Pekanbaru, Kamis (10/4/2025), ia menilai penanganan perkara ini berjalan di tempat dan jauh dari transparansi.

“Ini menyangkut uang rakyat. Bukan milik pribadi pejabat. Jika Polda Riau tidak sanggup, KPK harus ambil alih,” ujarnya.

ADVERTISEMENT

Post ADS 1

SCROLL TO RESUME CONTENT

Advokat senior Armilis Ramaini, S.H. (Ist).

Armilis juga mempertanyakan mengapa hingga kini belum ada satu pun pimpinan atau anggota dewan yang diperiksa, padahal proses penyidikan sudah berjalan sejak tahun 2023. Ia menyebut bahwa sudah 242 pegawai Sekwan mengembalikan dana perjalanan dinas fiktif sebesar Rp19,1 miliar, namun itu tak cukup untuk menghentikan proses pidana.

“Pengembalian uang hasil korupsi tidak menghapus kejahatan. Cukup dua alat bukti untuk menetapkan tersangka,” tegasnya.

Ia turut menyoroti belum rampungnya hasil audit dari Badan Pengawasan Keuangan dan Pembangunan (BPKP), yang sebelumnya dijadwalkan keluar pada Maret 2025, namun hingga April belum diterima penyidik.

“Kalau ini terus dibiarkan, publik bisa menilai ada indikasi pengaburan hukum. Ini bisa jadi preseden buruk bagi citra institusi penegak hukum,” lanjut Armilis.

Sementara itu, dari pihak kepolisian, Direktur Reserse Kriminal Khusus Polda Riau, Kombes Pol Ade Kuncoro Ridwan, menyampaikan bahwa proses masih menunggu hasil audit akhir dari BPKP. Ia memastikan, setelah audit diterima dan pemeriksaan ahli pidana korupsi selesai, perkara akan digelar di Kortas Tipikor Bareskrim Mabes Polri.

“Kami tunggu hasil resmi dari auditor. Nilai kerugian negara versi penyidik memang mendekati Rp162 miliar. Tapi angka final tetap mengacu hasil audit,” ungkap Ade.

Sejauh ini, barang bukti yang telah disita meliputi satu unit Harley Davidson, sebidang tanah seluas 1.206 meter persegi, serta 11 unit homestay di Kabupaten Lima Puluh Kota, Sumatera Barat.

Dikonfirmasi secara terpisah, Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) belum memberikan tanggapan atas desakan yang disampaikan Armilis. Juru bicara KPK, Tessa Mahardika Sugiarto, yang dihubungi melalui sambungan daring pada Kamis malam (10/4/2025), belum memberikan pernyataan resmi. Teks konfirmasi terbaca tepat pukul 19.32 WIB.

Detik- detik Penyidikan Polda Riau Geledah Sekretariat DPRD Riau

Sebelumnya, Tim penyidik Ditreskrimsus Polda Riau menggeledah ruang Sekretariat DPRD Riau di Jln Jenderal Sudirman, Pekanbaru, pada Selasa pagi (10/09). Penggeledahan yang dilakukan oleh Bidang Tipikor dan Siber, berlangsung secara tertutup dengan pengamanan ketat. “Secara tertutup,”ujar sumber saat ditelpon pada Kamis (12/9/2024).

BACA JUGA :  Berkas Terdakwa Kasus Korupsi Importasi Gula 2015-2016 Dilimpahkan ke Pengadilan Tipikor

Untungnya, meskipun tertutup, awak media berhasil memperoleh informasi, menurut saksi mata dari pihak keamanan (Security), penggeledahan ini terkait dengan penyidikan kasus dugaan SPPD fiktif di DPRD Riau.

“Tim Ditreskrimsus Polda Riau menggeledah ruangan, untuk mengumpulkan bukti-bukti terkait kasus dugaan SPPD fiktif,” bebernya.

Ia menambahkan, selama penggeledahan, media tidak diperkenankan masuk ke area sekretariat.

Tak kalah menohok, terkait Pemeriksaan terhadap Wakil Ketua DPRD Riau, yang berlangsung pada Selasa (27/8/2024). Ia diperiksa dalam kapasitasnya sebagai saksi. Sedikitnya terdapat 12 pertanyaan penyidik.

Senada, saat masih menjabat Direktur Reserse Kriminal Khusus Polda Riau, Kombes Pol Nasriadi, menjelaskan bahwa Agung dipanggil untuk memberikan keterangan mengenai pernyataan yang disampaikan oleh Muflihun terkait dugaan penerimaan fasilitas dan anggaran renovasi rumah dinas.

“Agung dimintai keterangan untuk mengonfirmasi apa yang disampaikan Muflihun terkait renovasi rumah dan fasilitas lainnya,” ujar Nasriadi dalam keterangannya di Riau.

Ditempat terpisah, Wakil Ketua DPRD Riau, Agung Nugroho, Fraksi Demokrat, membantah semua tuduhan yang dikaitkan dengannya, termasuk isu dugaan aliran dana sebesar Rp17 miliar dan penerimaan gaji fiktif.

“Tidak ada kaitannya SPPD fiktif dengan saya, itu semua tidak benar. Saya dimintai klarifikasi terkait fasilitas yang saya terima, bukan soal dugaan aliran dana atau gaji fiktif,” ungkap Agung saat diwawancarai Tim targettuntas.id sesaat setelah diperiksa di Mapolda Riau, Jalan Pattimura, Pekanbaru.

Lebih lanjut, Agung menjelaskan bahwa penyidik menanyakan anggaran fasilitas yang ia terima selama menjabat, termasuk rumah dinas dan kendaraan. Dirinya mengklaim hanya menggunakan fasilitas yang disediakan tanpa terlibat dalam pengelolaan anggaran.

“Ditanyakan apakah saya sudah masuk ke rumah dinas saat itu atau belum, serta apakah saya memegang anggaran atau tidak. Kami tidak ikut campur dalam urusan anggaran. Kami murni hanya menempati fasilitas yang diberikan,” tegas Agung.

Wakil Ketua DPRD Riau, Agung Nugroho, Fraksi Demokrat. (Foto: TT).

Kasus ini, juga menyeret inisial M. Dimana sebelumnya M membeberkan terkait dugaan keterlibatan Wakil ketua DPRD Riau. Meskipun demikian, Wakil ketua DPRD Riau, Agung membantah tudingan tersebut.

Sampai saat ini, Penyidik Polda Riau juga mendapat dukungan dari berbagai kalangan salah satunya adalah FORMASI Riau. Berbanding terbalik dengan Advokat senior Armilis Ramaini, S.H. Hari ini, (10/4), Dia dengan tegas menyatakan bahwa KPK sebaiknya mengambil alih kasus ini.

Dalam penelusuran lebih dalam, Polda Riau, diketahui sejak sebelum Pilkada 2024, pihaknya sangat getol dalam mengulik realita, mengumpulkan bukti dan melakukan penggeledahan hingga pemeriksaan terhadap pihak terkait. Namun lagi – lagi pihak Polda Riau masih menunggu hasil audit BPK RI.

Inilah kemudian menjadi sorotan publik, lantaran penetapan tersangka kasus ini belum dilakukan. Namun terkait dengan penyitaan aset, Polda Riau telah menyita sebagian aset terkait. Saat penyitaan Polda Riau berjanji akan menuntaskan kasus ini.

BACA JUGA :  Sedikitnya 4 Fakta Terungkap Saat Komisi III DPR RI Kunjungi Polres Parepare : Kematian Tahanan Kasus Narkoba

Subdit III Tipidkor Ditreskrimsus Polda Riau yang dipimpin oleh Kasubdit Tipidkor, Kompol Gede Prasetia Adi memimpin langsung agenda penyitaan aset. Pihaknya menyita lahan dan 11 unit homestay terletak di Jorong Padang Torok, Nagari Harau, Kecamatan Harau, Kabupaten Lima Puluh Kota, Sumatera Barat.

“Aset yang disita berupa tanah, 11 unit homestay, penyitaan dilakukan pada Sabtu, 7 Desember 2024. Penyitaan berdasarkan penetapan izin sita dari Pengadilan Negeri Tanjung Pati dengan nomor: 178/Pen.Pid/Sita/2024/PN Tjp, tertanggal 18 November 2024. Aset yang disita merupakan masing-masing milik terperiksa yang diduga terlibat dalam pengalihan aset yang terkait dengan anggaran perjalanan dinas luar daerah fiktif” ungkapnya, dikutip Insertrakyat.com, Kamis malam.

Dr. Nurul Huda, SH, MH.

Dalam rentetan kasus ini, Polda Riau tidak terlepas dari desakan publik. Sebelumnya Direktur Utama FORMASI Riau, Dr. Nurul Huda, SH, MH, mengkritik Polda Riau yang dinilai hanya mampu fokus pada Muflihun dalam penyidikan kasus ini. Padahal. Menurutnya, seluruh anggota DPRD periode 2019-2024, beserta ASN dan honorer, harus diperiksa untuk memastikan tidak ada yang luput dari pemeriksaan.

“Periksa semua Anggota Dewan dari periode tersebut, termasuk para ASN dan honorer,” tegas Nurul Huda. Ia juga mempertanyakan dasar pengakuan adanya kerugian negara, serta mendesak adanya audit investigasi Pemeriksaan Kerugian Negara (PKN) sebelum penetapan tersangka.

Nurul Huda juga menyoroti inkonsistensi Polda Riau dalam menangani kasus SPPD fiktif di Pemkab Rokan Hilir, di mana kepolisian belum melakukan audit PKN dari BPK RI, tetapi memaksa kasus Muflihun tanpa adanya audit serupa.

“Penyidik harus adil. Jangan hanya fokus pada satu orang. Agung Nugroho juga harus diperiksa,” pungkasnya.

Berbicara terkait Pemberantasan Korupsi di Provinsi Riau, tak heran jika Publik juga menaruh kepercayaan penuh terhadap KPK. Bahkan Advokat senior menarik kesimpulan agar kasus SPPD Fiktif itu diambil alih oleh KPK RI.

Pernyataannya tersebut memantul history keberhasilan KPK dalam mengungkap korupsi di Riau, ialah kasus yang melibatkan oknum Pj Walikota Pekanbaru. Dia ditangkap bersama sejumlah pejabat lainnya oleh KPK dalam operasi tangkap tangan (OTT).

Juru bicara KPK Tessa Mahardika yang dikonfirmasi melalui telepon pada pukul 23.24 WITA, terkait kasus tersebut membenarkan. “Benar bahwa malam ini KPK telah melakukan OTT terhadap penyelenggara negara di Pekanbaru, Riau,” ujarnya pada Senin malam 2 Desember 2024.

Oknum Pj Walikota Pekanbaru bersama sejumlah pejabat Ditetapkan Tersangka oleh KPK.

Berselang 6 hari kemudian, bertempat di Gedung KPK RI, Konferensi Pers digelar terkait OTT tersebut. Dijelaskan Wakil Ketua KPK, Nurul Gufron dalam konferensi pers, bahwa, KPK berhasil menyita uang tunai sebesar Rp6,8 miliar dalam sengkarut OTT tersebut.

BACA JUGA :  PT Akar Mas Internasional Bayar Uang Damai 5 Miliar, Inilah Keberhasilan PN Kolaka -- Tuntaskan Dua Perkara

Operasi (OTT-red) ini melibatkan penangkapan sembilan orang, termasuk Pj. Walikota Pekanbaru, Risnandar Mahiwa (RM); Sekretaris
Daerah Kota Pekanbaru, Indra Pomi Nasution (IPN); dan Plt. Kepala Bagian Umum Setda Pekanbaru, Novin Karmila (NK). Para pejabat tersebut diduga terlibat dalam pemotongan anggaran Ganti Uang (GU) sejak Juli 2024 di Sekretariat Daerah Kota Pekanbaru, Riau.

Diketahui pula, dari dalam rangkaian penyidikan KPK terungkap bahwa, staf Bagian Umum, Rafli Subma (RS), atas perintah NK, diduga mentransfer Rp300 juta ke rekening Nadya Rovin Puteri (NRP), yang kemudian berusaha dihancurkan bukti transaksinya. NRP sendiri memiliki saldo rekening lebih dari Rp375 juta, yang sebagian besar berasal dari setoran tunai oleh RS.

“Tim penyidik KPK telah menetapkan RM, IPN, dan NK sebagai tersangka. Mereka disangkakan melanggar Pasal 12f dan Pasal 12B UU Nomor 31 Tahun 1999 yang telah diubah dengan UU Nomor 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi,” ungkapnya.

Penangkapan dilakukan pada tanggal 2 dan 3 Desember di Pekanbaru dan Jakarta. Modus pemotongan anggaran ini digunakan untuk kepentingan pribadi RM dan IPN, sementara NK berperan dalam pencatatan dan penyaluran dana.

KPK menegaskan bahwa, pada November 2024, anggaran makan minum Setdako Pekanbaru (APBDP 2024) mengalami peningkatan, yang diduga menyebabkan RM menerima uang sebesar Rp2,5 miliar.

Pada saat OTT, penyidik KPK juga mengamankan uang tunai Rp1,39 miliar dari rumah dinas Walikota, serta Rp830 juta dari kediaman IPN. Dari keterangan yang diperoleh KPK, IPN mengakui menyerahkan Rp150 juta kepada Kadishub Kota Pekanbaru, Yuliarso (YL), serta Rp20 juta kepada oknum wartawan yang belum diidentifikasi. Keterlibatan pihak luar, termasuk wartawan, semakin menarik perhatian publik dalam kasus ini.

KPK menyebutkan bahwa seorang oknum wartawan diduga menerima Rp20 juta dari hasil pemotongan anggaran. Sayangnya KPK belum membeberkan fakta selanjutnya.

Sebelumnya juga, pernyataan resmi terkait OTT dan dugaan keterlibatan oknum Wartawan disampaikan Wakil Ketua KPK, Nurul Gufron melalui Jubir KPK, Tessa Mahardika Sugiarto, Minggu (8/12/2024), pukul 19.25 WIB.

Meski demikian, hingga kini, memasuki kalender 2025, KPK belum mengungkap identitas oknum tersebut. Bahkan, kamis malam, (10/4/2025), KPK RI malu – malu bicara saat dihubungi hal ihwal Advokat senior yang meminta KPK untuk mengambil alih Penyidikan Kasus SPPD Fiktif di Sekretariat DPRD Riau.

Masyarakat pun masih menantikan siapa yang bakal ditetapkan sebagai tersangka oleh Polda Riau dengan Kortas Topikor Mabes Polri dalam kasus SPPD fiktif Setwan DPRD Riau periode 2020–2021. Kasus ini sangat menyita perhatian luas karena menyangkut potensi kerugian negara yang sangat besar. (*).

Penulis : Wahyudi/Supriadi /Anggyta

Editor : Bahtiar / Zamroni

Follow WhatsApp Channel insertrakyat.com untuk update berita terbaru setiap hari Follow

Berita Terkait

Kejati Papua Barat Bongkar Dugaan Korupsi APBD Kabupaten Sorong
Sapi Simental 1,1 Ton dari Presiden Prabowo untuk Warga Sinjai
Asta Cita Jangan Ompong Terkait Skandal Kilang Tuban, Temuan BPK Rp 8 Triliun
Asta Cita Libas Kades ‘Istimewa’ Gegara Proyek Kertas Menelan 300 Juta Rupiah
Jaksa Agung ST Burhanuddin Berkurban 25 Ekor Sapi
Kapolri Serahkan 9.648 Hewan Kurban, Ajak Masyarakat Perkuat Nilai Keikhlasan dan Persatuan
Diduga Pengguna Sabu, Dua Petani di Aceh Selatan Ditangkap Polisi
Inilah Nama Masjid Tempat Panglima TNI dan Presiden RI Shalat Idul Adha 1446 Hijriah

Berita Terkait

Minggu, 8 Juni 2025 - 02:49 WITA

Kejati Papua Barat Bongkar Dugaan Korupsi APBD Kabupaten Sorong

Sabtu, 7 Juni 2025 - 16:06 WITA

Sapi Simental 1,1 Ton dari Presiden Prabowo untuk Warga Sinjai

Sabtu, 7 Juni 2025 - 06:14 WITA

Asta Cita Jangan Ompong Terkait Skandal Kilang Tuban, Temuan BPK Rp 8 Triliun

Sabtu, 7 Juni 2025 - 05:02 WITA

Asta Cita Libas Kades ‘Istimewa’ Gegara Proyek Kertas Menelan 300 Juta Rupiah

Sabtu, 7 Juni 2025 - 01:09 WITA

Jaksa Agung ST Burhanuddin Berkurban 25 Ekor Sapi

Berita Terbaru

Momen Jaksa Agung Penyerahan Secara Simbolis Hewan Kurban seberat 1,3 Ton Kepada Panitia pelaksana Kurban. (Sumber Foto: Puspenkum Kejagung RI).

Nasional

Jaksa Agung ST Burhanuddin Berkurban 25 Ekor Sapi

Sabtu, 7 Jun 2025 - 01:09 WITA