SINJAI, INSERTRAKYAT.com – Upaya mengurangi sampah plastik laut kini mulai dijalankan di Kecamatan Pulau Sembilan, Kabupaten Sinjai, Sulawesi Selatan. Selama bertahun-tahun, masyarakat Desa Pulau Kambuno mengandalkan botol plastik bekas sebagai pelampung dalam budidaya rumput laut. Namun, praktik ini meninggalkan dampak serius berupa limbah plastik yang mencemari ekosistem laut.
Menjawab persoalan itu, organisasi Jepang Asia Livelihood Network (ALN), Fhumiko Kawae, berkunjung pada 11 Agustus, melanjutkan kolaborasi dengan Universitas Hasanuddin (Unhas), Pemerintah Kabupaten Sinjai, MACCA Institute, SMKN 4 Sinjai, serta instansi terkait, untuk menghadirkan pelampung kayu ramah lingkungan sebagai pengganti botol plastik.
“Kami mencoba mencari alternatif pengganti pelampung botol plastik dengan pelampung kayu ramah lingkungan,” kata Andi Sirfan, perwakilan MACCA Institute Sinjai, Rabu (27/8/2025).

Sirfan menjelaskan, pelampung kayu yang diuji berasal dari jenis Paulownia, pohon cepat tumbuh asal Jepang. Kayu ini dipilih karena ringan, memiliki daya apung tinggi, dan diolah dengan teknik pengeringan khusus agar tahan lama di air laut.
Pada November 2024, sebanyak 150 pelampung kayu kecil dan besar dikirim langsung ke Pulau Sembilan dengan dukungan teknis dari produsen Jepang. Guru serta siswa SMKN 4 Sinjai dilibatkan untuk memantau uji coba di lapangan.
Hasil awal menunjukkan pelampung kayu ini dapat menopang budidaya rumput laut tanpa mengurangi kualitas panen. Pemantauan masih berlanjut untuk menilai daya tahannya dalam jangka panjang.
“Hasil sementara sudah positif, data lengkap akan menjadi dasar pengembangan ke depan,” ujar Sirfan.
Selain penggantian pelampung, warga Desa Harapan di Pulau Kambuno bersama MACCA Institute, Polsek, Puskesmas Pulau IX, serta aparat desa mulai menyusun pedoman pengelolaan dan pemilahan sampah. Rencana itu akan diperkuat dalam lokakarya Januari 2026.
Tujuannya adalah membangun sistem pengumpulan sampah sesuai kondisi pulau kecil, mengurangi ketergantungan plastik sekali pakai, dan mewujudkan “Pulau Harapan bebas sampah”.
Inisiatif ini senyawa dengan model kolaborasi antara hutan dan laut. Ke depan, produksi pelampung kayu akan diarahkan ke bahan lokal seperti sengon dan balsa yang tumbuh di Indonesia.
Untuk menjamin pasokan kayu berkelanjutan, program agroforestri sedang dijajaki di Sinjai Barat. Dinas UPTD KPH Tangka, Kawasan Madaya, MACCA Institute, dan pemerintah desa Arabika serta Bonto Salama dilibatkan.
Skema ini menggabungkan penanaman pohon dengan budidaya kopi dan kakao, sehingga petani mendapat nilai tambah ekonomi sekaligus menyokong kebutuhan bahan baku pelampung.
Harapannya, inisiatif yang dimulai dari Pulau Sembilan ini menjadi contoh nyata bagi daerah pesisir lain di Indonesia dalam menghadapi tantangan limbah plastik laut. (A/S).